Realitas alam, sosial sebagai kekayaan membentuk pengetahuan manusia. Realitas alam, sosial menjadi bagian dalam proses perkembangan manusia terutama interaksi antar anak-anak usia sekolah. Dalam interaksi banyak pengalaman dialami masing-masing individu.
Oleh karena itu David Kolb, seorang filosof beraliran humanistik mengatakan pembelajaran pengalaman sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui tranformasi pengalaman. Pengetahuan dihasilkan dari kombinasi menggenggam dan mengubah pengalaman.
Model ini bertujuan mengajak siswa untuk memandang secara kritis kejadian yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan melakukan penelitian sederhana untuk mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi kemudian menarik kesimpulan bersama.
Konsep belajar Kolb sebenarnya memberikan pesan tentang sistem pendidikan, para pendidik, skenario dalam pembelajaran. Ketiga hal ini berperan dalam mendukung siklus experiential learning yakni Concrete experience (emotions), Reflective observation (watching), Abstract conceptualization (thinking), Active experimentation (doing).
Mewujudkan siklus ini, sistim pendidikan harus memberi ruang kemerdekaan siswa mengekplorasi potensi diri. Namun sebelum mewujudkannya para pendidik perlu mentransformasi diri, mindset, pola ajar.
Tranformasi diri bahwa sumber ilmu dan pusat pengetahuan bukan pada guru tetapi bersumber dari pengalama nyata siswa dan berpusat pada diri siswa. Tranformasi juga harus dalam skenario pembelajaran.
Guru tidak lagi menyajikan materi yang harus diajar tetapi mendesain materi itu ke dalam konteks realitas sehingga peserta didik terlibat dalam realitasnya, mempertanyakan dalam sikap kristis, dan membangun konsepnya. Hasil pergumulan siswa dibawa masuk dalam teori yang ada sehingga disana terbentuk pemahaman-pemahaman yang merangsang dan menguatkan demi pengembangan kompetensi dirinya.
Pengembangan kompetensi siswa dapat terwujud jikalau pembelajaran bersumber dari pengalaman siswa dengan fokus kehidupan alam dan sosial yang dialami siswa.
Idealisme Kold ini belum optimal dijalankan karena karena ada kecemasan, ketakutan para pendidik. Hal ini terjadi karena dibayangi bahwa siswa tidak tau apa-apa.
Jika dibiarkan belajar sendiri tentunya tidak ada kemajuan. Ini fenomena nyata dan sedang dijalankan dalam ruang-ruang kelas pengajaran. Pemahaman demikian tanpa disadarai telah membelenggu kemanusiaan siswa sebagai makluk bebas untuk mengembangkan diri.
Tanpa disadari sistem dan metode demikian telah mengekang ruang ekspresi diri siswa. Segala potensi diri yang tumbuh secara alami, terbentuk dalam pengalaman nyata hidupnya terkubur dalam alam ketakutan. Yang muncul ke permukaan adalah patuh, taat menghafal apa yang sudah ditetapkan guru sebagai persyaratan untuk mendapat nilai akademik.