Rencana pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) menjadi salah satu tuntutan administrasi penting bagi seorang guru ketika melakukan kelas pembelajaran.
Sebuah kelas pembelajaran tanpa rancangan dan prosedur akan kehilangan arah mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran maka proses atau tahapan-tahapan menjadi penting untuk dilakukan.
Dalam proses itu Gagne dalam bukunya berjudul Conditions of Lerning ( 1965) menekankan dua kondisi yang perlu diperhatikan oleh seorang guru yakni kondisi internal dan kondisi eksternal serta menyebut Sembilan tingkat belajar yang disebut dengan istilah Gagne's nine level of learning.
Sembilan tingkat belajar itu dari tingkat pertama sampai terakhir yakni 1)Mendapatkan perhatian (Reception), 2)Menginformasikan Peserta Didik tentang tujuan (harapan) , 3)Merangsang Mengingat pembelajaran sebelumnya (Retrieval), 4)Menyajikan stimulus (persepsi selektif) 5)Memberikan Bimbingan Belajar (pengkodean semantik), 6)Memperoleh Kinerja (Menanggapi), 7)memberikan Feedback (penguatan), 8)Menilai Kinerja (Retrieval), 9)Meningkatkan retensi dan transfer (Generalisasi)
Merefleksikan konsep Pendidikan Gagne di atas, sangat menarik untuk diuraikan tentang pengkondisian aspek internal dan aspek eksternal. Kondisi internal sebagai keadaan dalam diri siswa itu sendiri dan kondisi eksernal sebagai rangsangan lingkungan yang mempengaruhi belajar siswa.
Sangat menarik mencermati tingkatan belajar gagnes namun dalam proses itu seorang guru ditempatkan sebagai seorang yang akan memberikan stimulus kepada siswa yang semata-mata sebagai obyek yang dibimbing dan diarahkan. Karena itu pengkondisian secara internal ini sejalan dengan gagasan blende learning karena bagi seoragn guru dalam mengkonsepkan sebuah rancangan belajar pertama-tama harus mengenal karakteristisk siswa.
Pengkondisin internal menjadi hal penting dan paling utama yang harus melekat dalam diri setiap pendidik dalam merancang, melaksanakan pembelajaran kepada peserta didik.
Hal ini penting dalam pembelajaran karena realitas emperis telah mengafirmasikan berbagai problem yang dialami oleh peserta didik yang berdampak pada kehilangan kepercayaan diri . Hal ini dapat dicontohkan dalam kisah anak yang dimarahi guru dan diberi predikat anak paling bodoh karena ketika pertanyaan guru tidak bisa dijawab oleh siswa bersangkutan walaupun sudah berulang kali dijelaskan.
Siswa itu hanya menatap gurunya dan tidak bersuara. Dalam kasus ini, Kesalahan terbesar pada guru tersebut karena terus memaksa tanpa menilai apakah ia telah menciptakan situasi pembelajaran yang menyentuh hati dan pikiran siswanya ? Apakah guru tersebut telah menatap wajah setiap anak dalam kelas lalu menyapa mereka dengan nama sekaligus menanya keadaan mereka?
Berdasar pada kasus ini dengan merujuk pada konsep Pendidikan yang yang digagas Gagne dengan menyebut pengkondisian belajar, maka sangatlah tepat untuk mengatakan kepada setiap pendidik bahwa rencana pembelajaran disertai desain pembelajaran sehebat apapun tidak akan berhasil jika proses pembelajaran itu dimulai tanpa menyentuh hati dan pikiran setiap siswa.
Seorang guru setiap kali masuk kelas pembelajaran sering mengabaikan sebuah pertanyaan refleksi dalam dirinya: apakah anak-anakku semuanya sehat, bahagia mengikuti pelajaranku? Sebuah pertanyaan ini dengan sendirinya akan diikutsertakan dalam dinamika sapaan penuh simpatik, bergairan, memotivasi.