Ruang pengakuan itu terlihat sempit. Dari bagian luar bisa terlihat dengan Don Gilberto sedang mendengarkan pengakuan dosa dari Paolo, seorang anggota misdinar. Don adalah sebutan khusus untuk pastor diosesan dalam bahasa Italia. Anak-anak lain pun terlihat duduk di jejeran bangku depan, menantikan giliran mereka masing-masing. Tidak ada tawa khas anak-anak pada saat itu. Beberapa orang tua ikut menemani anak-anaknya di bangku bagian belakang.
Saya pun ikut duduk di belakang barisan orang tua. Ketenangan di dalam gereja San Francesco di Sulmona ini, membawa saya pada kenangan akan sebuah ruang pengakuan di sebuah kampung terpencil di Keuskupan Agats, Papua.
* * *
Di hari itu, saya dan anggota dewan pastoral paroki sedang mempersiapkan upacara penerimaan komuni pertama. Kami pun bersepakat bahwa Pak Rufus, seorang anggota dewan pastoral tertua di desa ini, untuk mempersiapkan program pendampingan katekse untuk anak-anak.
Ada sekitar tiga puluh anak dilatih dan dipersiapan secara khusus, termasuk menghafalkan doa-doa dasar, misalnya Tanda Salib, doa Salam Maria, doa Bapa Kami, doa Kemuliaan, dan beberapa doa penting lainnya. Beberapa hari sebelum upacara penerimaan komuni pertama dilaksanakan, anak-anak dituntun untuk mensimulasi bagaimana dia menerima sakramen rekonsiliasi atau pengakuan dosa.
Tepat pada jam empat sore lonceng gereja dibunyikan hari itu. Gedung gereja yang kecil ini pun dipenuhi oleh anak-anak. Bahkan tidak sedikit orang tua yang berdiri di bagian belakang gereja, untuk menyaksikan dan mendukung perkembangan anaknya. Tak lama kemudian acara pun di mulai. Satu per satu anak maju bagian depan, berdiri di depan panti imam, dan mulai berlatih melafalkan ritus sakramen ini. Anak yang pertama maju kedepan panti imam, dan mulai berkata:
“Pastor, berkatilah saya orang berdosa ini”, anak ini mulai berbicara.
“Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin”, pendamping terlihat mengajak si anak membuat tanda salib dan melanjutkan.
”Jadi anak-anak, jangan lupa, waktu pastor memberkati, buatlah juga tanda salib pada dirimu. Sudah mengerti ?,” tanya pak Rufus.
”Sudah”, sahut anak-anak serempak.