Beberapa hari yang lalu, Republik Indonesia tercinta kita ini dihebohkan dengan terbitnya sebuah berita yang datang dari seorang aktivis politik Indonesia, Ratna Sarumpaet. Dalam berita-berita yang terbit baik di media cetak maupun media online menarasikan bahwa telah terjadi pengeroyokan oleh sekelompok orang terhadap Ratna Sarumpaet.
Namun beberapa hari setelahnya, media cetak dan online diramaikan lagi dengan berita yang mengusung tokoh yang sama, dengan memberitakan bahwa kabar sebelumnya yang telah beredar adalah "kabar bohong" alias "HOAX" alias "karangan". Berita ini menurut saya merupakan berita bohong dari salah satu pihak, bukan berita bohong dari penulis berita. Karena penulis berita bertujuan untuk menyampaikan informasi yang ia dapatkan, bukan bertujuan untuk membohongi publik.
Nampaknya republik kita sedang dalam masa dihujani HOAX-HOAX, topiknya tidak jauh-jauh dari pembahasan isu politik, isu sara, ujaran kebencian, walaupun topik lain semacam pembahasan kesehatan atau semacam peringatan gempa, banjir, tanah longsor juga di-HOAX-in. Dampaknya? Membuat orang yang baca panik dan bisa membuat tidak berpikir sehat.
Sebenarnya dari jaman saya SD berita atau artikel HOAX juga sudah ada, disebarkan dengan media yang bisa dibilang sedikit kuno, selebaran kertas. Sekarang karena hampir seluruh manusia punya gawai, jadi media penyebaran HOAX nya bisa dibilang lebih mudah lagi, yang sangat amat merajalela adalah dengan media "Grup WhatsApp".
Dalih perintah untuk menyebarkan, melanjutkan, atau mengirimkan sebuah pesan yang belum diketahui kebenarannya kepada grup lainnya malah membuat satu pesan tersebut menjadi terus-menerus menyebar. Itu pula sebabnya pesan berantai dikaitkan dengan HOAX, ya karena pengirimnya hanya tersugesti dengan kalimat "sebarkan kepada orang-orang yang kalian cinta" atau "sebarkan" lainnya.
Pernah saya menjadi anggota dalam suatu grup WhatsApp dimana saya amat sangat jarang speak up, karena memang isinya lebih banyak orang-orang yang usianya dua puluhan tahun lebih tua, jadi bahasannya ya tidak nyambung sama generasi muda belasan tahun macam saya hehehe. Lalu suatu hari saya tersulut karena ada seorang anggota dalam grup tersebut yang sebenarnya tidak saya kenal mengirim pesan beratus-ratus kalimat dan mengaitkan beberapa link artikel online.
Saya baca kemudian saya buka link-nya dan artikel dalam link yang dikaitkan dalam pesan tersebut SAMA SEKALI tidak nyambung plus tahunnya sudah berlalu sepuluh tahun, ibaratnya jurnal yang diajukan untuk tugas kuliah itu sudah ditolak sama dosen.
Tersulutnya karena pesan itu isinya ujaran kebencian, ya jadi ikutan benci juga saya, benci sama yang ngirim karena tidak diperiksa dulu kebenaran pesannya. Akhirnya saya balas pesan tersebut dengan bicara bahwa artikel di link-nya tidak nyambung, dan bicara pula kalau "lain kali dicek dulu" begitu lah intinya. Yah jadi menasehati orang-orang yang lebih tua ini kan.
Sejauh ini yang saya alami, korban-korban pesan berantai yang mengarah pada berita HOAX di grup WhatsApp ini adalah kaum orang tua yang baru bisa utak-atik telepon pintar diajarin anaknya untuk buka WhatsApp agar bisa dengan mudah telepon video dari jauh, atau diajarin bermedia sosial agar lebih mudah berkomunikasi dengan teman-teman seusianya yang sudah lebih dulu punya media sosial.
Memang tidak 100% orang tua seperti itu, ya mungkin 60%-an lah, dan 40% lainnya yang mau berpikir sehat terlebih dahulu sebelum pesan tersebut disebarkan. Herannya pula orang-orang tua yang mudah percaya dengan sebuah pesan tidak tentu benar ini kebanyakan juga adalah orang-orang yang sebenarnya mempunyai dasar pendidikan yang cukup baik.
MEDIA SOSIAL MEMANG JAHAT, BAPAK-BAPAK, IBU-IBU. Kalau boleh dikatakan sebenarnya juga bukan 100% salah bapak-bapak dan ibu-ibu yang mudah percaya, karena sejujurnya si pembuat pesan memang menggunakan kata-kata yang indah, manis, nan sangat "bisa dipercaya", seperti janji-janji dia, manis banget duh. Bahkan lebih parahnya lagi, terkadang ada pula pesan yang mencantumkan sumber palsu sehingga membuat orang yang membacanya dengan mudah percaya begitu saja.