*sebelumnya, teruntuk lelaki yang akan membaca cerita ini, mohon maaf ya saya jadikan objek bercerita. Tidak bermaksud menyindir, menyinggung, menjatuhkan, meremehkan laki-laki dalam sisi manapun, karena cerita ini tidak bertujuan untuk itu*
Saya seorang perempuan biasa. Saya seorang perempuan yang tidak pernah jatuh cinta. Saya tidak tahu benar bagaimana itu definisi cinta pun suka kepada laki-laki. Mungkin saya tidak pernah suka laki-laki, atau sebenarnya pernah tapi saya tidak tahu bagaimana itu rasanya.
Apakah saya seorang perempuan normal yang seyogyanya menyukai laki-laki? Nyatanya normal tidaknya seorang perempuan tidak terindikasi dari pernah-tidaknya ia suka laki-laki. Toh setiap bulan juga saya mendapati sebuah siklus rutin yang disebut menstruasi. Saya perempuan normal.
Saya seorang perempuan biasa yang mendengar banyak cerita cukup norak bagi saya dari perempuan-perempuan lain tentang laki-lakinya (sebenarnya akhiran -nya disini tidak cukup tepat ya). Dari cerita-cerita yang saya dengar dari mereka, disimpulkan tak sedikit macam laki-laki.
Laki-laki baik, laki-laki pengertian, laki-laki romantis, laki-laki humoris, laki-laki posesif, laki-laki cerdas, laki-laki keras, laki-laki kemayu dan intinya banyak macamnya. Tapi mereka (laki-laki) itu pembohong. Dan dari cerita-cerita itu saya jadi bertanya-tanya. Memang laki-laki banyak macamnya, namun apakah semua laki-laki sama saja?
Pembohong. Pembohong untuk diri sendiri dan pembohong untuk kami juga, perempuan. Bilang cinta sama kekasihnya, eh diam-diam deketin perempuan lain juga. Posesif sama pacarnya, ngatur ini-itu, sudah macam bapak polisi yang kalau pagi-pagi sibuk berdiri tengah jalan gitu, ngaturin kendaraan, tapi yang ini ngaturin apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sama pacarnya, tapi dianya tidak mau kalau diatur-atur. Ribet.
Ya.... tidak selalu begitu sih definisi bohongnya. Lain cerita, laki-laki ini officially tidak sedang berpacaran atau terikat hubungan dengan satu perempuan. Tapi oh tapi, modusin perempuan bejibun nggak hanya satu, dan bilang sama setiap perempuan itu seakan-akan cuma si perempuan itu nih yang lagi dideketin. Apakah semua laki-laki sama saja? Rasanya sih iya.
Baiklah-baiklah para laki-laki. Mungkin ada laki-laki yang ngeiyain cerita saya, atau bersungut-sungut karena tidak terima. Mungkin juga nih perempuan-perempuan yang baca cerita saya sepakat, atau membantah "pacarku nggak gitu kok!", santai dulu karena belum terbongkar aja itu sih. But, let us see from different glasses. Definisi bohong yang saya maksud disini juga tidak melulu soal bohong yang jahat-jahatnya saja (meskipun dimana-mana diksi 'bohong' juga tidak pernah dianggap baik).
Ada satu, dua, tiga cerita tentang pembohongan laki-laki yang saya kira ini masih bisa ditoleransi. Salah satunya dia, laki-laki yang berbohong untuk tidak ingin membuat 'wanitanya' terluka lahir dan batin. Dia yang dalam percakapan virtualnya berkata "sudah makan" padahal belum demi membuat 'wanitanya' tidak khawatir. Berkata "aku selalu bahagia disini" padahal cobaan sedang mendatanginya demi membuat 'wanitanya' bahagia pula.
Berkata "percayalah, aku tak kenapa-kenapa" padahal puluhan luka menggoresi tubuhnya, demi membuat 'wanitanya' tidak melulu memikirkannya. Karena untuknya, bahagia bukan hanya miliknya sendirian, namun juga milik 'wanitanya'. Dan cerita itu saya dengar dari seorang laki-laki yang mencintai ibunya. Jadi apakah semua laki-laki sama saja? Sama-sama pembohong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H