Lihat ke Halaman Asli

SHOFFA

mahasiswa kedokteran gigi Universitas Airlangga

Tolong Jangan Beri Tahu Dia

Diperbarui: 1 September 2018   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kamu percaya dengan cinta pandang pertama? Kamu percaya dengan cinta dalam diam? Mau percaya atau tidak, dalam cerita ini saya ingin kamu percaya saja. Saya mencintainya sejak pandang pertama, (atau boleh lah kamu sebut itu kagum di pandang pertama). Lalu berbulan-bulan kemudian saya benar-benar mencintainya dari pandang pertama hingga ribuan kali pandang, belum pernah berkesudah.

Di pandang pertama saya dulu kepadanya,  hanya tergugu dengan halusinasi "kamu mirip siapa?". Karena rasanya saya tidak pernah asing dengan wajahnya itu, senyumnya itu, ketawanya itu, warna kulitnya, mimiknya, rautnya, iya semua pada wajahnya. Walaupun setelah say a ingat-ingat, saya cari-cari saya tanya-tanya sama orang dekat saya, nyatanya tidak ada satupun yang mirip dengannya.

Tapi karena itulah saya mencintainya dari pandang pertama. Karena wajah tak asingnya yang ternyata aslinya memang asing. Saya mencintainya, atau mungkin kagum, atau bisa jadi hanya suka. Bahkan saya sendiri ya tidak dapat mendeskripsi perasaan yang menyelundup diam-diam sejak pandang pertama itu. Jadi bantulah saya ini mendeskripsi. Ah pokoknya hari ini saya rasa benar-benar cinta setelah ribuan kali pandang.

Suatu hari saat rasa saya ini sudah tidak dapat terdefinisi lagi, dia memilih untuk pergi, dan tidak akan kembali untuk mengisi hari-hari saya lagi, maka saat itu pula saya harus memutuskan untuk menyatakan atau meninggalkan diam-diam dengan berbagai macam keadaan yang terlewatkan. Dan pada hari yang sama inilah, saat saya dengan benar-benar sadar bahwa saya mencintai dia, dengan amat menyedihkan saya rasa dia mulai pergi, dan rasanya tidak kembali lagi.

Apakah ini akhir termenyedihkan bahkan sebelum semuanya dimulai? Saya belum nyatakan, dia belum tanyakan, saya sebut namanya berbisik, dan dia mungkin mengira ini akan menjadi berisik. Jadi dia pilih untuk mengakhiri sebelum ada yang memulai. Apakah ini hal termenyedihkan? Entah.

Cerita ini tidak akan berakhir menyedihkan pun menyenangkan. Cerita ini belum terselesaikan dan saya harap biarlah tetap berjalan dengan episode-episode yang entahlah. Yang jelas di hari ini saya mencintai dia dari kelebihannya (karena saya belum tahu apa kekurangannya), dari setiap sikapnya terhadap saya (yang meski saya tahu dia selalu seperti itu pada orang yang bukan saya). Di hari yang sama pula saya mengkhawatirkannya dengan segala sikap yang saya takutkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline