Penutupan rumah ibadah, bagi umat Kristiani bukanlah kasus baru. Apabila dilihat ke belakang, tentu dengan mudah kita mengakses informasi-informasi penghentian ibadah, hingga penyegelan rumah ibadah. Alasan untuk melakukan hal-hal tersebut juga terkesan nyeleneh, mulai dari persoalan izin, sampai kekhawatiran adanya upaya kristenisasi bagi warga sekitarnya. Apakah ini alasan yang mendasar? Tentu kita bisa menjawab dengan beragam pandangan.
Ada 2 (dua) kasus yang viral belakangan ini. Pertama, penghentian ibadah di salah satu gereja GKKD di Lampung. Ada seseorang yang mengaku sebagai Ketua RT dengan tidak bermoral masuk ruang ibadah yang sedang berlangsung, dan melakukan intervensi sehingga ibadah pun terhenti. Alasan penghentian ibadah itu, ya, karena tidak memiliki izin. Kedua, kasus yang baru-baru saja terjadi, yaitu GKPS di Purwakarta, gedungnya disegel oleh Bupatinya. Alasan yang disampaikan pun sama, yaitu perihal perizinan.
Halo Indonesiaku, mengapa demikian terjadi kepada kami kelompok minoritas? 2 (dua) kasus di atas hanyalah segilintir dari kasus-kasus yang dialami umat Kristiani. Masih teringat di benak saya perihal pelarangan melakukan ibadah di salah satu daerah di Banten. Saat itu, pejabat setempat memperkenankan ibadah namun harus berpindah daerah asal gereja, dan jaraknya tidaklah dekat.
Apabila dilihat dari kasus-kasus yang terjadi, mengapa umat Kristiani harus mendapatkan diskriminasi? Apakah mereka ini melakukan tindakan-tindakan yang mengancam kepentingan hidup orang banyak? Apakah ada indikasi melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan nyawa? Atau adakah dari gereja-gereja yang ditutup dan diusir ini melakukan hal menyimpang dari aturan sosial? Miris! Tentu ini sangat menyedihkan, ketika ada sekolompok orang yang melakukan peribadahan untuk membangun relasi kepada Tuhan nya, namun mereka dilarang.
Saat kita masih duduk di bangku sekolah dasar, mungkin saja kita masih ingat, bahwa salah satu peran agama adalah mengontrol ketidakteraturan. Salah satu yang dihasilkan dari Agama ialah melakukan pengawasan yang sifatnya berupa etika dan moral. Salah satu contoh ajaran Agama Kristen ialah diajarkan untuk "mengasihi sesama". Mengasihi sesama ini memiliki arti yang mendalam. Sesama ialah makhluk yang diciptakan Tuhan, bukan berdasarkan identitas yang sama, misalnya sesama Kristen.
Lalu, mengapa umat Kristiani harus mendapatkan perlakukan yang diskriminatif? Bukankah, hakikat sebagai seorang manusia adalah hidup yang berelasi? Ya, tentu ini bukanlah masalah yang mudah dijawab. Saya masih memiliki pengharapan bahwa di waktu-waktu mendatang akan ada terjadinya perubahan, yaitu kesadaran toleransi. Biarlah keresahan ini menjadi suara jeritan untuk menanti Indonesia yang toleran?
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H