Lihat ke Halaman Asli

Ma, Aku Ingin Ngobrol

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ma, Aku Ingin Ngobrol

Sebagai anak yang sekolah di kota, libur nasional menjadi waktu yang tepat untuk memuaskan rasa kangen kepada keluarga, terutama orangtuaku. Liburan kali ini lumayan lama, maklum libur Natal. Setelah setengah tahun sibuk dengan aktivitas kampus di Kota Medan, akhirnya rasa rindu kepada mama tercinta akan segera terpuaskan. Aku berharap semoga liburan kali ini berbeda dengan liburan-liburan sebelumnya.

“mama... “ aku berteriak saat turun dari mobil. Aku melihat mama berjalan cepat mendekatiku. Spontan aku pun memeluk mama.

Aku perhatiin mama, wajahnya penuh dengan kerutan. Kerutan di usia tua. Wajah mama tampak begitu lelah, pandangan mata sayu, lekukan-lekukan kulit wajah tampak nyata, rambut semakin menipis.

Kupeluk mama semakin erat. Eh, mama benar-benar sangat lemah, bahkan pelukanku hampir membuat mama jatuh. Mama tidak mampu menahan pelukanku.

Ya Tuhan, mamaku, mamaku sudah tua, dia tampak sangat lelah ya Tuhan.

Apakah ini pengaruh kerja keras mama setiap hari? Di bakar terik matahari setiap hari? Di tusuk dinginnya embun pagi?

Oh Tuhan. Kupeluk mama lagi, ku cium pipinya.

***

“Ma, ini aku bawa in susu mama sama papa”

“Oh, makasih ya nak. Untung kamu bawa, sudah lama kami tidak minum susu, yang kamu kirim kemarin sudah lama habis. Yasudah, kita minum dulu”

Mama langsung bergegas membereskan oleh-oleh bawaanku dan meminta adik perempuanku untuk membuatkan minuman.

“ma, biarkan si adik yang membereskan itu semua. Mama duduk disini saja” pintaku melihat mama begitu sibuk mengurusi semuanya. Lagian aku masih kangen samamama.

“ia nak, adikmu biar buatkan minuman saja”

***

“ma, ini foto-fotoku waktu mengikuti kompetisi di Jakarta” sambil menunjuk foto-foto di laptop yang aku beli dari uang pinjaman.

“wah, kamu memang hebat nak”

“Ma, ini waktu...”

“oh ia, apa makanan sudah ada?” tanya mama kepada seisi rumah memotong pembicaraanku.

“Tidak ada lauk ma e” jawab adikku dari dapur

“yasudah mama pergi dulu cari lauk”

***

“Apakah abangmu yang di Pekanbaru pernah bertelepon sama kamu nak?” tanya mama pagi itu

“tidak ma, mereka sibuk kayaknya”

“Ooh, kamu pernah telepon mereka?”

“Tidak juga, nomornya juga ganti-ganti. Oh ia ma, ladang kita gimana?”

“Bulan Februari kita akan panen padi. Semoga saja hasilnya baik.

Hm, mama mau ke rumah bibi mu dulu. Ada yang mau mama tanyakan.”

“tapi ma...”

Huh, aku masih pengen ngobrol sama mama. Tetapi selalu saja tidak pernah kesampaian. “Ma, aku rindu”

***

Pagi itu, sambil minum aku ingin ngobrol sama mama.

“ma, ini foto-fotoku waktu terima beasiswa”

“mantap ya nak. Semogalah kamu bisa jadi bintang nak”

“Ma, di panggil paman!” teriak adikku dari luar.

“yasudah, mama ke rumah pamanmu dulu”

“ma.... “ dalam hati, aku begitu sedih.

Ya Tuhan, apakah kehidupan orangtuaku memang sesibuk ini? Tidak pernah berubah? Dari dulu selalu begini? Aku rindu Tuhan. Aku rindu punya cerita bersama orangtuaku. Tapi, tapi...

***

“Ma, aku balik ke Medan tanggal empat” siang itu, sepulang dari gereja aku membuka percakapan.

“oh ya, mau bawa apa nanti nak?”

“gak usah bawa apa-apa ma. Aku juga... “

“Pesta yang di kampung sebelah itu kapan bang?” tanya mama sama abangku yang tinggal di rumah, lagi-lagi memotong pembicaraanku.

“Tanggal 3 ma” jawab abangku

“oh, mama bingung mau kasi kado apa. Mama ke rumah bibi mu dulu ya nak”

“tapi ma... “

***

Rasanya aku sudah tidak sabar lagi dengan ini semua. Dari dulu, aku mengharapkan perubahan itu. Sampai kapan begini? Sebenarnya apa sih yang membuat mama sibuk terus? Tidak pernah punya waktu buat aku? Aku juga pulang gak tiap minggu. Tapi mama tidak pernah punya sedikit waktu untuk ngobrol. Aku rindu ma. Aku sekolah juga tidak merepotkan mama. Aku sudah bekerja, dapat beasiswa lagi. Ma, aku rindu ma.

***

Malam itu, aku tidak sabar untuk menanyakannya.

“ma, tiap hari mama sibuk terus. Kalau bukan ke ladang, ke rumah orang. Mama tidak punya waktu di rumah. Ngapain si ma ke rumah orang?”

“aduh nak nak, mama juga gak suka pergi kesana kemari. Pergi ke rumah-rumah orang sekampung. Tapi ya mau gimana lagi. Hidup di kampung ya memang begini. Kamu tahu, minggu depan akan ada pesta di kampung sebelah. Kalau tidak pergi ke rumah bibimu, mau dapat pinjaman kado darimana? Sebentar lagi harus beli pupuk, kalau tidak pergi ke rumah pamanmu, mau dapat pinjaman darimana untuk beli pupuk? Beras kita juga sudah habis, padahal 2 bulan lagi baru panen. Kalau berdiam di rumah terus, bisa-bisa kita tidak makan nak. Jadi mama pergi ke rumah paman atau bibimu, bukan sekedar ngobrol atau ngapa-ngapain. Karena mama memikirkan semuanya. Papamu kamu tahu sendiri, tidak bisa diharapkan. Makanya nak, bagus-bagus kamu kuliah. Semoga setelah wisuda langsung kerja. Biar bisa bantu mama”

Mendengar itu aku sontak kaget. Jadi selama ini, itulah yang dilakukan mama. Ternyata, mama bukan main-main ke rumah orang, tetapi karena memikirkan bagaimana untuk terus bisa menikmati kehidupan ini.

Aku benar-benar merasa bersalah. Tidak seharusnya aku berarap yang berlebihan dari mama. Meski dalam hatiku, aku masih sangat pengen ngobrol dengan mama. Aku sangat merindukan saat-saat hangat, canda dan tawa bersama. Tapi, tampaknya itu hanya harapan palsu, kosong, dan inilah hidup.

Ya Tuhan, berikanlah kesehatan kepada orangtuaku. Semoga nanti kami punya waktu untuk berbincang-bincang. Amin.

“Ma, suatu saat nanti aku ingin ngobrol. Dan akan aku tunggu sampai kapan pun. Sampai waktu benar-benar berserah, menyerahkan dirinya hanya untuk kita, yah untuk kita ngobrol”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline