Asupan nutrisi yang seimbang adalah perkara penting untuk menunjang performa akademik siswa di sekolah. Sayang, sisi yang satu ini kurang mendapat mendapat perhatian. Para praktisi pendidikan terlalu sibuk dan fokus meningkatkan performa akademik siswa di sekolah, dan mengabaikan sisi nutrisi yang dikonsumsi siswa sehari-hari.
Berdasarkan penelitian Brown pada tahun 2008, siswa yang terbiasa sarapan pagi memiliki emosi yang lebih stabil dan mudah mengikuti sistem disiplin yang diterapkan di sekolah. Menurut Bellisle (2004) dan Sorhando dan Feinstein (2006), asupan nutrisi yang menggabungkan protein, karbohidrat dan glukosa dapat meningkatkan kinerja otak siswa dan kemampuannya berkonsentrasi dalam KBM. Kekurangan nutrisi (seperti zat besi, vitamin B, lemak Omega-3 dan protein) pada anak-anak usia sekolah akan menyebabkan perkembangan sel otak (kognitif) menjadi terhambat. Jika perkembangan kognitif siswa terhambat, otomatis siswa akan menemui kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
Sudah menjadi pemandangan biasa, ada begitu banyak pedagang jajanan bertebaran di sekitar lingkungan sekolah. Aneka jajanan yang ditawarkan tentu saja menggugah selera tentunya, namun minim gizi. Sudah menjadi rahasia umum jika para pedagang tak terlalu memperhatikan kandungan gizi dalam meramu aneka jajanan yang dijual. Yang penting lezat dan menarik mata dengan aneka warna-warni (yang belum tentu dibuat menggunakan pewarna makanan). Di dalam kantin sekolah pun, penggunaan penyedap rasa (MSG) tak pernah ada takaran bakunya. Yang penting sedap dan siswa-siswa suka! Tak heran jika anak-anak dan remaja di Indonesia masih banyak yang mengalami kekurangan gizi.
Namun, pelaksanaan yang diskontinyu mengakibatkan program ini hanya BERHENTI pada tataran ilmu pengetahuan saja. Tanpa program lanjutan yang bersifat kontinyu, maka konsep-konsep hidup sehat hanya berhenti menjadi 'jargon' dan diingat siswa dalam rentang waktu yang pendek saja. Sama halnya dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi siswa. Adanya penyuluhan tentang makanan dan jajanan sehat yang kerap dilakukan oleh beberapa instansi pemerintah maupun non-pemerintah, hanya akan berhenti pada tataran 'sekedar tahu' jika minim program yang berkelanjutan dari pihak sekolah.
MODEL SEKOLAH SEHAT
Confusius pernah mengatakan, "Apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, apa yang saya kerjakan saya paham." Demikian halnya siswa-siswa di sekolah. Jika hanya disuruh duduk dan mendengar penyuluhan tentang bagaimana memilih makanan dan jajanan yang sehat, mereka hanya akan berhenti pada tahap 'sekedar tahu' saja.