[caption caption="Siswa membaca buku di ruang perpustakaan baru SDN Mojokarang, Kecamatan Mojokerto. Ruang ini dibangun memanfaatkan area parkir sepeda/dok"][/caption]Alih-alih ruang perpustakaan, lemari untuk menyimpan buku saja tidak ada di SDN Mojokarang, Kecamatan Mojokerto. Apalagi mengupayakan siswa membaca buku dalam kondisi tenang dan nyaman.
Itu pengalaman Watiyah, Kepala SDN Mojokarang, setahun lalu. Kini, mereka sudah mempunyai ruang perpustakaan sederhana meski masih harus berbagi dengan ruang unit kesehatan sekolah (UKS). Luasnya pun tak seberapa, sekitar 5x2 meter. Ruangan itu dulu bekas parkir sepeda dan masih beratap seng.
Ruangan ini bersebelahan dengan lapangan tempat anak-anak bermain bola voli. Jika lemparan bola terlalu keras dan melayang jauh, tak ayal bola mengenai dinding ruang perpustakaan yang berbahan hardplex.
“Sudah pernah kejadian begitu dan jebol, tetapi tidak terlalu parah, bisa ditutupi dengan bahan seadanya dan dicat. Guru harus kreatif kan?” seloroh Watiyah sambil tertawa.
Bukan tambal dinding berlubang saja yang pernah dilakukan Watiyah. Wanita yang penuh semangat ini juga mencari cara agar sekolah mempunyai tempat untuk menyimpan buku. “Enggak ada lemari ya pakai pipa paralon,” imbuhnya.
Pipa panjang itu dipotong menjadi beberapa bagian, salah satu sisi dilubangi. Setiap ujungnya ditutup dengan plastik dan didesain agar bisa menggantung di dinding ruang kelas dan perpustakaan memakai kawat. Buku-buku ditata rapi di bagian paralon yang berlubang itu. Sederhana tetapi sangat berguna.
Ruang perpustakaan yang dibangun pada awal 2015 itu masih semi permanen.
Watiyah tidak keberatan, asal SDN Mojokarang mempunyai ruang teduh untuk membaca buku bagi siswanya. Pembangunan perpustakaan ini dibiayai dan dilaksanakan komite sekolah dan warga melalui paguyuban kelas yang bekerja sama dengan dewan guru dan kepala sekolah.
Gagasan membangun perpustakaan ini muncul setelah adanya pelatihan dan pendampingan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) serta Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) modul 2 dari USAID PRIORITAS. Kedua program itu menekankan pada literasi dan pengembangan budaya baca yang disertai bantuan hibah buku bacaan.
Setiap kelas juga membuat Sudut Baca yaitu perpustakaan di dalam ruang kelas. Buku-buku diperoleh dari USAID PRIORITAS, sumbangan wali murid, dan pembelian dari dana BOS. “Siswa dari keluarga yang perekonomiannya mampu kami sarankan untuk menyumbang satu eksemplar buku,” kata Watiyah.
Buku yang diserahkan ke sekolah tidak harus baru. Buku lama yang masih bagus kondisinya juga boleh disumbangkan atau buku bacaan milik kakak siswa yang tidak dipakai lagi asal sesuai dengan usia dan kelasnya.
Nah, program budaya baca di SDN Mojokarang diawali dengan membaca buku selama 45 menit usai senam pagi atau sebelum pelajaran dimulai yang biasa disebut Time for Reading. Semua siswa wajib melakukannya. Program ini berlangsung pada Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat.
Buku-buku yang dibaca bisa diperoleh dari Sudut Baca atau siswa membawa sendiri dari rumah. Tak lupa, mereka membuat jurnal berisi rangkuman membaca yang kemudian diserahkan kepada guru kelas. Melalui program ini diketahui kemampuan membaca setiap siswa.
Laporan dari masing-masing guru kelas memperlihatkan adanya delapan anak dari kelas 2 dan 3 yang masih mengalami kesulitan membaca. Mereka ini ditangani secara khusus oleh Watiyah dan guru di sekolah. Mereka diajak membaca melalui permainan, seperti memakai kartu huruf.