Peluang dan Tantangan Soft Reshuffle Kabinet
Oleh:
Marsuki
(Dosen Fekon dan Pascasarjana Universitas Hasanuddin , Makassar)
Lebih cepat dari waktu diperkirakan, Presiden Jokowi setelah berembuk dengan Wapres Jusuf Kalla segera melakukan reshufle kabinetnya. Terkonsentrasi pada menteri bidang ekonomi, Menko Perekonomian, Menko Kelautan dan Sumberdaya serta Menteri Perdagangan.
Hal ini mungkin relevan jika memperhatikan perkembangan beberapa indikator ekonomi utama, yang menunjukkan arah tidak membaik. Bahkan cenderung memburuk. Seperti inflasi yang tidak kunjung stabil, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tetap akan rendah, posisi neraca perdagangan yang terus mengalami defisit, dan terutama posisi nilai tukar yang semakin mengkhawatirkan pergerakannya.
Dengan memperhatikan beberapa hal yang terjadi tersebut, maka reshufle kabinet nampaknya menjadi logis dilakukan. Targetnya tentu beragam. Diantaranya untuk memenuhi tuntutan publik yang sudah lama berharap pemerintah perlu melakukan reshufle kabinet, agar dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap citra pemerintah yang terindikasi merosot. Selain itu tentu saja yang utama karena alasan ingin mengatasi persoalan ekonomi yang dihadapi yang perkembangannya semakin mengkhawatirkan.
Berbagai alasan tersebut dapat diterima, hanya masalahnya, bagaimana jika seandainya harapan-harapan pemerintah tersebut dalam beberapa waktu ke depan tidak terealisasi, akibat tidak efektifnya kembali kinerja menteri-menteri baru yang diangkat? Tentu jawabnya untuk sementara sulit diperkirakan.
Faktanya, persoalan perekonomian bangsa saat ini sebenarnya disebabkan oleh beberapa faktor fundamental bahkan mungkin struktural yang masalahnya saling terkait.
Tidak dapat dinafihkan bahwa salah satu faktor penyebab indikator ekonomi terus memburuk sebagai akibat pengaruh krisis global yang belum menunjukkan arah perubahan signifikan, termasuk yang melanda negara mitra ekonomi utama kita, seperti Tiongkok. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor dominan yang mengakibatkan kondisi perekonomian seperti saat ini, jelas diakibatkan oleh beberapa masalah yang bersumber dari dalam negeri. Seperti rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian di sektor riil, tergantungnya industri domestik dari bahan baku impor, jenis ekspor yang terkonsentrasi pada komoditas tertentu yang harganya semakin rendah, dan termasuk rendahnya koordinasi fungsi antar lembaga pemerintah yang membidangi sektor-sektor ekonomi dan keuangan strategis.
Nampaknya, khusus dalam kaitan dengan masalah terakhir, mungkin adalah faktor utama yang membuat Presiden melakukan soft reshuffle kabinet kerjanya. Karena mungkin dianggap rendahnya kemampuan, daya kreativitas dan terutama perilaku kepemimpinan kementerian yang diharapkan mampu mengkoordinir hubungan fungsional antara departemen ekonomi yang terkait, tidak berjalan. Sehingga akibatnya, banyak kebijakan yang diambil seakan terlepas satu dengan yang lain, terjadi tumpang tindih, bahkan adanya kebijakan yang saling bertentangan atau bahkan melemahkan.
Jika itu benar demikian, maka berarti menteri menteri bidang ekonomi yang baru diangkat mempunyai tanggungjawab, pekerjaan besar dan berat, yang mana hasilnya belum tentu sesuai harapan Presiden dan publik. Karena ditengara oleh beberapa pihak, seharusnya Presiden melakukan hard reshuffle terhadap beberapa pimpinan kementerian yang kinerja institusinya rendah. Untuk itu, maka para menteri ekonomi yang baru, mereka harus seoptimal mungkin berusaha untuk menjalankan tugas-tugasnya secara maksimal dengan berusaha mencari dan menemukan strategi atau metode anyarnya masing-masing yang harus bersifat konstruktif bahkan mungkin ‘revolusioner’.
Memperhatikan trade record di atas kertas maupun lapangan tentang kapabilitas, pengalaman, jaringan kerja, termasuk leadership menteri-menteri ekonomi yang baru dilantik, jelas sekilas tidak dapat dianggap sepele. Karena mereka mempunyai reputasi yang tidak dapat diragukan, meskipun kebetulan menurut faktanya, mereka di antaranya adalah pejabat-pejabat veteran yang telah mulai dimakan usia.
Menko Perekonomian yang diemban oleh Darmin Nasution adalah seseorang yang dapat dikatakan paripurna dalam bidang kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Berbagai jabatan telah diembannya di kementeriaan keuangan dan Bank Indonesia, sehingga mungkin tepat Presiden memilihnya untuk memangku jabatan yang tidak mudah dalam kondisi perekonomian seperti saat ini. Ia diharap sebagai sosok yang harus mampu mengkoordinir kementerian di bidang-bidang ekonomi, untuk mengatasi beberapa persoalan di bidang anggaran pemerintah yang saat ini posisinya berat, menciptakan stabilitas sistem keuangan, dan terutama menstabilkan mata uang nasional yang dalam waktu terakhir terpuruk cukup dalam.
Kemudian, Menko Kelautan dan Sumberdaya, Rizal Ramly yang ditugaskan mengkoordinir sekurangnya lima kementerian terkait dengan sektor kelautan di sektor primer, sekunder dan tersier. Sepintas jika memperhatikan sepak terjang, kapasitas dan berbagai perannya selama ini di pemerintahan dan dunia praktik konsultasi perekonomian dan bisnis, maka dapat dikatakan tampaknya berbagai persoalam dalam kaitannya dengan tanggungjawabnya, mungkin juga akan dapat diatasinya. Hanya harus disadari bahwa bagaimanapun juga dia mempunyai keterbatasan-keterbatasan mendasar tentang aspek dan permasalahan di sektor kelautan beserta sektor-sektor yang terkait.
Kemudian, terkait dengan Menteri Perdagangan, yang bertanggungjawab menangani persoalan di bidang perdagangan dalam arti luas, antar pulau, regional termasuk internasional, yang dalam faktanya banyak masalahnya sebagai akibat dari beberapa persoalan struktural yang sudah lama mengakar. Secara umum, sepak terjang menteri ini dari sisi pengalaman, pengetahuan dan praktik kerjanya di lapangan jelas tidak dapat diragukan. Masalahnya kiprahnya di dunia perdagangan sektor riil, tampaknya terbatas pula tentang persoalan yang sifatnya teknis di dunia nyata sektor perdagangan komoditas barang khususnya, karena selama ini dia banyak terlibat dibidang sektor keuangan yang sifatnya sangat berbeda dengan dunia sektor riil perdagangan.
Dengan memperhatikan fakta-fakta dari berbagai persoalan ekonomi yang terus berubah dan terutama adanya beberapa keterbatasan dari menteri-menteri bidang ekonomi yang diangkat, maka tampaknya pemerintahan Jokowi-JK masih akan menghadapi kendala untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan terutama upaya untuk mengatasi persoalan ekonomi yang sedang dan akan dihadapi. Sehingga diperlukan terobosan kebijakan dan aksi nyata secara terkoordinasi dari para pembantu presiden secara keseluruhan.
Oleh karena itu pemerintahan Jokowi-Jk harus bekerja keras lagi, dengan menggunakan segala bentuk strategi dan mekanisme koordinasi dalam perencanaan yang dilengkapi dengan peraturan-peraturan praktis yang harus sesuai dengan program kerja Nawa Cita yang telah dijanjikan.
Jadi, seluruh komponen lembaga pemerintahan di bidang ekonomi yang terlibat, SDM, sumberdaya keuangan termasuk sumberdaya organisasi dan manajerialnya harus dapat menjadi suatu kekuatan yang terintegrasi dalam suatu tim kerja yang solid dan bertanggungjawab, jika memang pemerintah bertekad untuk merealisasikan tujuan dan rencana kerja yang sudah disusun, dan disepakati untuk dilaksanakan. Karena jika tidak, maka upaya mengganti dua Menko di bidang ekonomi dan menteri perdagangan akan tetap tidak menjamin hasilnya, bahkan mungkin akan berisiko.
Catatan: Telah diterbitkan di Tribun Timur Makassar, Jumat, 14 Agustus 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H