Oleh: Marsuki
Pengalaman menarik seorang pria desa sederhana di Sumatera Barat bernama Masril Koto dapat dipetik untuk dipelajari dan dipraktikkan oleh masyarakat atau rakyat di Sulsel. Dia telah menjadi pionir dan pelaku langsung yang pantas diacungi jempol dalam upayanya membangun Lembaga Keuangan Rakyat (LKM) yang sudah mendapat penghargaan dari berbagai pihak, dalam dan luar negeri.
Dimulai dengan merasakan sendiri begitu sulitnya para petani desa memperoleh pinjaman dana dari lembaga-lembaga keuangan formal. Padahal, pemerintah dan beberapa pihak perbankan selalu menyampaikan pesatnya kegiatannya dalam berbagai pola membantu pendanaan kebutuhan sektor ekonomi rakyat.Tapi menurut pengakuan Masril, ternyata belum demikian adanya, karena pengalamannya dirasakan jauh api dari panggangnya.
Menyadari kesulitan tersebut akhirnya dia mempatrikan tekadnya mendirikan bank yang khusus akan melayani para petani, utamanya di lingkungannya. Menarik, karena awalnya dapat dikatakan dia tidak mempunyai modal uang, pengetahuan apalagi pengalaman yang cukup untuk itu, selain hanya modal semangat dan kemauan yang keras. Sehingga tentu saja awalnya banyak pihak menjadi heran dan menganggapnya kurang rasional.
Dengan tekadnya yang tak terbendung, awalnya dia berusaha dengan berbagai cara mencari tahu tentang bagaimana persyaratan mendirikan bank tersebut. Di suatu kesempatan dia memperoleh informasi dan pengetahuan secukupnya setelah mengikuti pertemuan yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Padang (KBI Padang). Berbagai pertanyaan diajukannya. Dan sementara waktu, dia sadar bahwa jika demikian aturan mainnya maka sepertinya dia tidak mungkin dapat merealisasikan cita-citanya.
Masalahnya, menurut instingnya bahwa suatu waktu niatnya tersebut akan dapat direalisasikannya. Sehingga dalam pertemuan itu dia tetap manfaatkan sebaik mungkin untuk mengetahui berbagai hal mengenai pendirian bank. Dan mungkin karena dia satu-satunya yang paling ngotot mau mengetahui seluk beluk mendirikan bank, maka penyaji materí merasa kasihan sehingga kemudian menjanjikan ingin bertemu dan secara langsung menjelaskan secara detail dan memperlihatkan bagaimana praktik bank tersebut. Mungkin dengan harapan Masril Koto nantinya mau mundur dari niatnya.
Tapi rupanya tidak demikian, justru tekadnya semakin bulat karena dia menganggap bahwa undangan penyaji itu mengindikasikan bahwa dia sepertinya dipercaya. Saat waktu diperjanjikan tiba, pergilah dia ke kantor KBI Padang dan memperoleh pengetahuan lebih detail lagi, sambil melihat praktek perbankan di BI, tapi tentu berbeda dengan praktek pada bank biasanya. Namun itu sudah cukup memberikan inspirasi untuk melaksanakan tekadnya mendirikan bank impiannya.
Beberapa waktu kemudian dia berhasil mengumpul sejumlah uang dari jerih payahnya meyakinkan dan melibatkan beberapa sejawat, tetua kampung dan keluarganya sendiri. Hasil kumpulan uangnya tersebut kemudian disampaikan ke Kepala KBI Padang saat itu, dan jawabannya tentu saja belum memungkinkan. Karena prinsipnya, mendirikan bank bukan hanya persoalan syarat permodalan uang saja, tapi begitu banyak prasyarat yang harus dipenuhi.
Seperti, jelas kelembagaannya secara hukum, kelayakan SDM, keterampilan dan banyak hal lainnya. Apalagi memang jumlah uang yang dikumpulkannya masih sangat jauh dari yang disyaratkan. Tapi rupanya dia belum berputus asa, sehingga kembali membangun asanya dengan berusaha mencari cara lain, karena dia sudah sadar bahwa tampaknya tidak mungkin merealisasikan cita-citanya jika cara-cara formal seperti yang disyaratkan yang diikutinya.
Dengan cara berkonsultasi lebih intens kepada beberapa pihak berkompoten, KBI dan Dinas Pertanian di Padang, akhirnya ditemukanlah solusinya yakni mendirikan lembaga keuangan mikro, serupa koperasi atau union bank, tapi dalam sistem dan prakteknya berbeda. Tapi karena diketahuinya bahwa jika serupa koperasi atau credit union maka jelas rencananya tidak akan berhasil. Sebab kedua jenis lembaga ekonomi rakyat tersebut dianggap masyarakat hanya sebagai lembaga yang akan menguntungkan pengelola dan ketuanya saja, sedangkan anggotanya apalagi rakyat lainnya hanya akan merasakan susahnya.
Oleh karena itu, dia memikirkan bagaimana caranya agar rakyat khususnya petani desanya mau secara sukarela menerima dan mau terlibat bekerjasama, membangun lembaga keuangan yang diimpikannya, sehingga nantinya lembaga keuangan rakyat tersebut dapat dinikmati hasil secara bersama, adil, merata dan terjamin kelangsungannya.