Lihat ke Halaman Asli

Menuju Kebangkitan Modern

Diperbarui: 10 Maret 2017   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hipotesa the Clash of Civilizations-nya Huttington menyebutkan pertarungan peradaban antara barat (Kristen) dengan timur (Islam). Hipotesa ini secara sepihak mengusung pembenturan antar peradaban-peradaban lainnya seperti peradaban Konfusianisme (China), peradaban Hindu (India), peradaban Asia Timur (Jepang dan Korea), maupun peradaban Animisme (sebagian Afrika).

Hipotesa pembenturan peradaban ini patut disanggah karena terkesan melihat dari satu sisi Barat saja yang tidak mau kehilangan hegemoninya. Juga pertarungan peradaban ini bukan sebuah revolusi kekerasan, dimana peradaban yang memiliki kekuatan militer akan merebut kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan dengan kekerasan. Ini langkah salah yang diambil oleh barat selama ini dalam menyikapi peradaban-peradaban pesaingnya, terutama peradaban Islam.

Yang tepat dalam menggambarkan hubungan antara peradaban-peradaban yang ada sekarang ini, bila tetap mengelaborasi hipotesa Huttington, adalah perlombaan peradaban. Perlombaan peradabaan berarti akan memberikan peluang sama kepada setiap peradabaan untuk latihan dan persiapan dengan modal ideologi dan moral, SDM dan teknologi (intellectual capital), ekonomi, dan lainnya di luar kontek kekuatan kekerasan dan pelanggaran HAM.

Karena perlombaan, maka akan muncul satu peradaban sebagai pemenang, kalah atau draw. Bisa juga antar peradaban hanya sebagai sparring partner saja atas asas saling menguntungkan (mutualisma). Perlombaan (competition) berbeda dengan pertarungan (clash), karena tidak ada unsur menghancurkan dan mematikan. Menang kalah peradaban tersebut dibatasi dengan konvensi-konvensi internasional yang bersifat universal yang harus dipatuhi bersama. Dalam hal ini, Iran adalah petanding baru yang muncul untuk menantang hegemoni peradaban barat.

Belajar sejarah Fir-aun

Sejarah kekuasaan Fir-aun adalah pelajaran abadi bagi segenap peradaban di muka bumi ini. Peradaban Fir-aun kala itu jauh di atas kekuatan Barat sekarang dari sisi budaya, teknologi, ekonomi dan militer. Budaya Fir-aun yang bertumpu pada kekuatan natural dan supra-natural berhasil mewujudkan kekuatan militer yang tangguh. Sementara teknologinya ditunjukkan dengan kemampuan mendirikan gedung pencakar langit. Semua itu bisa dilakukan tentunya dengan dukungan kekuatan ekonomi pula. Akan tetapi kekuatan Fir-aun ini mulai goyah dengan munculnya kekuatan kecil Nabi Musa dan Nabi Harun yang mengusung peradaban baru bertumpu pada nilai keimanan.

Kemenangan sebuah peradaban tidak hanya ditentukan oleh faktor fisik. Belajar dari sekian banyak peradaban yang silih berganti selama usia sejarah manusia, ternyata faktor moral (value) dan ketuhanan (trust) yang menentukan. Al-Quran menunjukkan bagaimana kesudahan peradaban Fir-aun, kaum ‘Aad dan kaum Tsamut.

Selama peradaban barat mengusung nilai moral dan ketuhanan, mungkin akan tetap menguasai dunia ini. Sebaliknya, selama peradaban Islam tidak segera mengusung nilai moral dan keimanan, selamanya tidak akan bisa menjadi petanding dunia barat dalam lomba peradaban ini. Apa yang dikatakan Pak Lah (Abdullah Ahmad Badawi) yang dikutip banyak media kemarin, adalah ‘warning’ kepada peradaban Islam agar segera kembali kepada jati dirinya dengan keluar dari perseturuan di dalam peradaban yang sama (Islam).

Kebangkitan Modern

Kebangkitan bangsa paska Boedi Oetomo bertumpu kepada keragaman budaya. Indonesia yang kental dengan peradaban Islam atau lebih tepatnya peradaban Islam Indonesia. Tidak dipungkiri peran masyarakat yang memeluk agama lainnya, tetapi dari sejarah bahwa kerajaan Islam dan mayoritas penduduk muslim yang menyatukan nusantara meski ber-bhineka tunggal ika ini.

Bangsa ini sudah terseok, dan bencana datang bertubi-tubi, tetapi semangat kebangkitan bangsa dalam kancah modern harus tetap dijaga. Kebangkitan modern yang bertumpu pada budaya luhur, juga moral dan nilai ilahiyah. Mengedepankan semangat keimanan dan akhlaqul karimah (moral luhur) dalam segala aspek kehidupan. Rencana UU APP dan Perda bermuatan syariat, hemat penulis adalah untuk menjaga moral luhur dan melestarikan peradaban bangsa; budaya seluruh elemen bangsa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline