Lihat ke Halaman Asli

Tren Kotak Kosong di Pilkada 2020

Diperbarui: 26 September 2020   16:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kotak Kosong (Sumber: dokumentasi pribadi)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 akan segera dilaksanakan beberapa bulan ke depan. Meskipun situasi pandemi masih terus berlangsung, pemerintah belum mengambil keputusan untuk mengundur jalannya pilkada.

Kotak Kosong di 34 Kabupaten/Kota

Hingga saat ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat ada 34 daerah yang berpotensi memiliki pasangan calon tunggal. Tren kotak kosong mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Pada pilkada tahun 2015 ada 3 daerah yang memiliki pasangan calon tunggal. Jumlah tersebut terus meningkat, yaitu 9 daerah di tahun 2017 dan 16 daerah di tahun 2018 (BBC Indonesia, 2020).

Hal ini meresahkan bagi tingkat demokrasi di Indonesia. Pasalnya, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) justru terpantau meningkat sebesar 2.53 poin dibandingkan tahun lalu (Ulya & Jatmiko, 2020). Apa artinya? Tren kotak kosong hingga saat ini belum dilihat sebagai aspek penting dalam mengukur tingkat demokrasi.

Aspek dalam menilai tingkat demokrasi dibagi menjadi 3, antara lain kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi. Masing-masing aspek memiliki variabel dan indikatornya tersendiri.

Aspek Tingkat Demokrasi (Sumber: https://danisuluhpermadi.web.id/2019/11/03/mengukur-tingkat-demokrasi-dengan-indeks-demokrasi-indonesia)

Setelah mengetahui hal tersebut, setidaknya ada tiga variabel yang memiliki hubungan timbal balik dalam pencalonan kepala daerah. Variabel tersebut adalah peran partai politik, peran DPRD, dan birokrasi di tingkat daerah. Ketiganya merupakan lembaga demokrasi yang saling bertukar kepentingan.

Gampangnya, persamaan kepentingan antara ketiga variabel tersebut adalah kekuasaan/power. Dalam hal ini, pemilu merupakan media meraih kekuasaan sekaligus alat sirkulasi kekuasaan (elit). Kedua fungsi ini seharusnya berjalan secara bersamaan. 

Ketika fungsi sirkulasi kekuasaan (elit) tidak didapatkan pada pemilu, hal tersebut perlahan mengakibatkan penurunan tingkat demokrasi. Secara bersamaan, menurunnya nilai demokrasi akan melahirkan oligarki dalam sebuah negara. Perlu dicatat bahwa ada atau tidaknya pemilu bukan menjadi tolok ukur bagi tingkat demokrasi dalam sebuah negara.

Relasi Threshold dan Demokrasi

Menurut  Zuhro (2019), instrumen demokrasi terdiri dari pemilu, masyarakat sipil, partai politik, dan media massa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline