"Yak, siapa yang mau jawab pertanyaan ini?"
"Saya Bu, Saya!"
"Okay, silahkan maju kedepan dan tulis jawabannya!"
"Ih, apaan sih si Edwin, sok ambis banget deh!"
"Iya ya, pengen banget keliatan pinter di depan Dosen."
"Setuju, nyebelin banget nggak sih, dia."
Siapa yang pernah menjumpai peristiwa seperti diatas?
Yup, umumnya peristiwa ini terjadi di kalangan pelajar baik siswa maupun mahasiswa/i di Perguruan Tinggi. Kata "Ambis" direpresentasikan kepada seseorang yang aktif baik menjawab soal, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain sebagainya di tempat ia belajar. Ambis atau ambisius kerap kali dijadikan konotasi yang buruk bagi seseorang karena dianggap sedang caper, atau cari perhatian.
Tapi kalian tau nggak sih, kalau sebenarnya ambis ini pada dasarnya adalah hal yang positif yang mendorong seseorang untuk bisa mencapai/mengerjakan sesuatu secara tepat waktu. Biasanya, ambis ini akan dicap kepada seseorang yang paling pintar di kelas. Namun, dengan adanya cap/labelling yang diberikan, bisa menjadikan seseorang ini malah merasa "kepedean".
Karena merasa dirinya dianggap paling pintar dikelas, ia jadi bersikap semena-mena terhadap teman-teman yang lain. Ia jadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar karena merasa dia yang paling perlu diperhatikan. Ia kemudian bisa merasa bahwa prestasi atau kemampuan yang ia miliki ini menjadi salah satu hal unggul yang semua orang harus tau akan hal itu.