Lihat ke Halaman Asli

Marsha Reviana

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam Sunan Gunung Djati Bandung

Kisah Bung Karno di Pengasingan Bengkulu

Diperbarui: 29 Juni 2023   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perjalanan yang dilalui oleh Soekarno di tanah pengasingan tidaklah mudah. Kita mengetahui bahwa rakyat enggan berinteraksi dengan Soekarno karena adanya pengawasan yang ketat dari tentara Belanda. Oleh karena itu, Soekarno melakukan segala upaya untuk mempermudah kelanjutan perjuangannya di tempat pengasingan. Soekarno dipindahkan ke Bengkulu karena alasan keberadaan penyakit malaria di Ende, yang sebelumnya menjadi tempat pengasingannya.

Di tengah masa pengasingannya di Bengkulu, Soekarno secara gigih berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dengan menanamkan semangat nasionalisme dan perjuangan pada masyarakat setempat. Selama berada di Bengkulu, Soekarno memberikan kontribusinya kepada masyarakat dengan mendirikan masjid, mendirikan kelompok sandiwara Montecarlo, dan menjadi pengajar di Sekolah Muhammadiyah Bengkulu yang dulunya dimiliki oleh Belanda. Melalui langkah-langkah strategis ini, Soekarno berusaha keras memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari tempat pengasingannya.

Berdasarkan dokumen yang ada di ANRI, disebutkan bahwa "berdasarkan salinan telegram rahasia dari Residen Benkoelen tanggal 9 Mei No. 95, Ir. Soekarno tiba di Benkoelen pada tanggal 9 Mei." Dalam konteks ini, dokumen tersebut menegaskan bahwa Soekarno sampai di Bengkulu, yang juga dikenal sebagai Benkoelen, pada tanggal 9 Mei 1938.

Soekarno, seorang penggemar membaca dan suka kebebasan berpikir, mengembangkan pandangan dan ide-ide tentang kemerdekaan politik dan ekonomi untuk membebaskan bangsa dari penjajahan. Sebagai seorang murid dari tokoh terkemuka, H.O.S Tjokroaminoto, Soekarno memiliki hubungan dekat dengan tokoh lainnya, seperti K.H Ahmad Dahlan, mereka bertemu di rumah Tjokroaminoto. Pertemuan ini memungkinkan Soekarno untuk belajar tentang agama Islam, karena pada masa itu, Bung Karno tidak mendapatkan pendidikan agama dari keluarganya.

Soekarno secara mendalam mempelajari pemikiran tokoh-tokoh progresif dalam peradaban Islam, seperti Muhammad Abduh dari Mesir, Jamaluddin Al-Afghani dari Afghanistan, Kemal Atatrk dari Turki, Ali Pasha, Arabi Pasha, dan Ahmad Bey, yang memberikan warna pemikiran keislaman di Muhammadiyah. Hal ini membuat Soekarno menjadi tertarik pada Muhammadiyah karena gerakan tersebut mendorong pemikiran yang inovatif dan usaha dalam memajukan peradaban Islam.

Kedatangan Soekarno di Bengkulu diketahui hingga pelosok kota tersebut. Hasan Din, tokoh Muhammadiyah dan ayah dari Fatmawati yang kelak menjadi istri Soekarno, sebagai pengurus Organisasi Muhammadiyah, memanfaatkan kesempatan untuk bertemu dengan Soekarno. Pertemuan antara Hasan Din dan Soekarno bertujuan untuk mengajak Soekarno menjadi pengajar di Sekolah Muhammadiyah, karena Soekarno memiliki pengalaman mengajar di Ende dan sering berkomunikasi dengan Ahmad Hasan di Bandung. Soekarno dalam bergaul dengan masyarakat menggunakan taktik karena selalu diawasi oleh polisi Belanda. Salah satu taktiknya adalah berpartisipasi dalam shalat berjamaah di masjid dan mengajar drama/tonil.

Pada tahun 1938, Soekarno menjadi anggota Muhammadiyah dan menjabat sebagai Dewan Pengajaran Muhammadiyah selama masa pengasingannya di Bengkulu. Alasan Soekarno bergabung dengan Muhammadiyah adalah karena keinginannya untuk berbakti kepada agama Islam. Namun, ia menjelaskan bahwa keanggotaannya dalam Muhammadiyah tidak berarti ia setuju dengan semua hal yang ada di dalam organisasi tersebut. Di dalam Muhammadiyah, terdapat elemen-elemen yang menurut pandangannya masih terlalu konservatif. Soekarno bergabung dengan Muhammadiyah karena ia ingin mengabdikan dirinya kepada Islam, namun tidak semua kegiatan dan pendekatan Muhammadiyah sepenuhnya ia sepakati.

Soekarno memiliki kecenderungan untuk berdebat dan mempertukarkan pendapat, salah satunya terkait isu tabir yang ia anggap sebagai simbol perbudakan. Dalam konteks ini, Soekarno menulis surat terbuka kepada Ketua P.B. Muhammadiyah, K.H. Mas Mansyur, untuk mengungkapkan pandangannya. Selain itu, Soekarno juga mengkritik pandangan K.H. Mas Mansyur dalam sebuah artikel yang berjudul "Memperkatakan Gerakan Pemuda". Pandangan Soekarno mengenai artikel tersebut menunjukkan perbedaan dan polarisasi yang jelas antara kaum muda dan kaum tua.

Tahun 1938 hingga 1942, Soekarno melakukan berbagai upaya untuk mendekatkan diri kepada rakyatnya, salah satunya melalui upaya yang sekarang dikenal sebagai pembangunan Masjid Jamik Bengkulu. Masjid ini sebelumnya didirikan oleh Daeng Maroepa, seorang bangsawan keturunan Bugis. Namun, ketika Soekarno diasingkan di Bengkulu, masjid tersebut tidak terawat dan terlihat kotor. Oleh karena itu, Soekarno mengambil inisiatif untuk membangun kembali atau merenovasi masjid tersebut.

Ketika Soekarno ingin melakukan renovasi pada masjid tersebut, ia menghadapi tanggapan negatif dari penduduk setempat, terutama dari kalangan tua yang enggan melihat perubahan. Akibatnya, Soekarno secara tidak langsung mengalami permusuhan dari penduduk setempat yang pada awalnya ingin membangun masjid Jamik agar terlihat indah, namun mendapatkan penolakan. Meskipun demikian, Soekarno tidak putus asa. Ia menyadari bahwa berkomunikasi dengan orang-orang tua membutuhkan kesabaran dan kepastian agar mereka memahami maksud dan tujuannya. Soekarno mencari orang-orang tua yang memiliki pengaruh dan mendekatinya, meyakinkan mereka tentang maksud dan tujuan renovasi tersebut, hingga akhirnya disetujui oleh masyarakat setempat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline