Nampaknya pendiri negara Indonesia membuat keputusan agama yang unik dan inventif. Melalui diskusi yang mendalam dan komitmen moral yang kuat, diputuskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan "Ketuhanan Yang Maha Esa." Dengan mempertimbangkan berbagai macam etnis, suku, ras, agama, dan budaya yang membentuk rakyat dan bangsa Indonesia, nampaknya Founding Fathers merasa sulit untuk menentukan bentuk negara sebagaimana yang ada di dunia.
Pancasila, falsafah kenegaraan Indonesia, diadopsi dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila adalah hasil dari persetujuan luhur para pendiri bangsa untuk mendirikan negara Indonesia dengan pluralitas suku, ras, agama, dan budaya.
Pancasila harus menjadi dasar untuk pembentukan dan pelaksanaan Sistem Hukum Indonesia. Pentingnya Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa adalah keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah menciptakan alam semesta dan isinya secara harmonis, dan bahwa manusia adalah salah satu dari ciptaan-Nya dan akan kembali kepada-Nya, sehingga manusia harus bertakwa dan mengabdi kepada Tuhan karena mereka adalah makhluk sosial. Manusia dikodratkan memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain dalam kebersamaan. Semua kepribadian yang berbeda itu bersatu dan berbeda dalam Lambang Negara Republik Indonesia.
1. Integrasi atau keutuhan nasional harus dijaga melalui kebijakan umum dan politik hukum. Setiap undang-undang dan kebijakan Indonesia tidak boleh mengancam kemerdekaan kita sebagai bangsa secara ideologis atau geografis. Tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai sekte, kebijakan dan politik umum harus dimiliki dan disetujui oleh semua orang. Setiap kebijakan atau usaha apa pun yang dapat merusak ideologi dan wilayah kita harus ditangkal dan ditindak dengan tegas.
2. Upaya untuk membangun demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara) harus menjadi dasar kebijakan hukum umum dan politik negara hukum pada saat yang sama. Indonesia adalah negara demokrasi, yang berarti rakyat menyerahkan pemerintahan dan penentuan kebijakan negara melalui konstelasi politik yang sehat, tetapi juga negara hukum, atau nomokrasi, sehingga kebijakan yang dibuat atas nama rakyat harus sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan filosofi hukum yang mendasarinya.
3. Upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus menjadi dasar dari kebijakan umum dan politik hukum. Indonesia bukan negara penganut paham liberalisme, tetapi secara ideologis menganut prismatika antara individualisme dan kolektivisme dengan titik berat pada kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
4. Prinsip toleransi beragama harus menjadi dasar kebijakan politik dan umum. Indonesia bukan negara agama, jadi tidak boleh membuat kebijakan atau politik hukum berdasarkan agama atau nama tertentu. Secara filosofis, Pembukaan UUD 1945 memuat dasar negara Pancasila, yang merupakan keputusan para pendiri negara untuk hidup bersama sebagai satu bangsa yang majemuk. Selain itu, Pembukaan UUD 1945 juga memuat pernyataan kemerdekaan Indonesia, indentitas diri Indonesia, dan landasan untuk mencapai tujuan dan cita-cita negara. Dari sudut pandang hukum, Pembukaan UUD 1945 memuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara.
Menurut para tokoh agama dan negara Indonesia, Ketuhanan Yang Maha Esa benar-benar merupakan prinsip yang tidak termasuk dalam keyakinan umat beragama. Sebaliknya, itu adalah prinsip yang dianut oleh masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat yang memiliki keyakinan agama yang berbeda-beda di seluruh negara. Hasilnya adalah kehidupan manusia yang berkeadaban dan bermartabat.
Oleh karena itu, dalam negara yang didasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, agama tidak terpisahkan dari kehidupan politik, filosofis, dan yuridis, seperti yang ditunjukkan dalam Pembukaan UUD 1945. Secara filosofis, Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung dalam sila pertama Pancasila, yang berfungsi sebagai dasar filosofis negara Indonesia.
Negara bebas menganut agama atau memeluk agama sesuai dengan kepercayaan mereka. Dalam arti ini, kebebasan berarti bahwa keputusan tentang agama dan ibadah ditempatkan pada tingkat pribadi atau individu. Selain itu, dapat dikatakan bahwa agama adalah masalah individu dan bukan negara. Negara secara yuridis menjamin dan memfasilitasi agar warga negara dapat menjalankan agama dan beribadah dengan aman, tenang, dan damai. Meskipun manusia membentuk negara, tetap ada peraturan, terutama dalam hal kehidupan beragama. Untuk melindungi warga negara, aturan ini diperlukan. Melindungi keselamatan masyarakat (public savery), ketertiban masyarakat (public order), etika dan moral masyarakat (moral public), kesehatan masyarakat (public health), dan hak dan kebebasan mendasar orang lain adalah tujuan dari undang-undang ini.
Negara Indonesia didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, di mana sila Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah negara yang terpisah dari agama, tetapi juga tidak menyatu dengan agama. Prinsip dasar dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah negara secara aktif dan dinamis membimbing, menyokong, memelihara, dan mengembangkan agama dan kepercayaan, sehingga setiap warga negara bebas berkeyakinan atau memeluk agama apa pun yang mereka pilih. Dalam arti ini, kebebasan berarti bahwa keputusan tentang agama dan ibadah ditempatkan pada tingkat pribadi atau individu. Selain itu, dapat dikatakan bahwa agama adalah masalah pribadi dan bukan masalah negara. Dalam hubungan ini, negara memberikan perlindungan hukum yang cukup dan memfasilitasi warga negara untuk beribadah dan beragama dengan aman.