Lihat ke Halaman Asli

"Fasilitator Olimpisme = Kenapa Tidak?"

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tujuan pertemuan ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan kompetensi para mahasiswa sebagai calon fasilitator untuk menyebarkan nilai olimpisme di instansi pendidikan dan masyarakat. Sebagai calon fasilitator, mahasiswa diharapkan dapat merencanakan dan mengembangkan pelatihan/fasilitasi penanaman nilai ollimpisme dan mempunyai kemampuan untuk mensosialisasikan nilai olimpisme agar dapat dipahami sebagai nilai kehidupan.

Lingkup materi dalam workshop yang akan kita lakukan a.l. mengenalkan penanaman nilai olimpisme, teori/konsep fasilitator, cara fasilitasi dan penerapan model bloom (4F).

Kontrak dan komitmen belajar a.l. belajar menghargai sesama, menggaungkan nilai olimpisme : excellence, respect friendship dan citius, altius, fortius sebagai jargon olimpisme. Bila peserta workshop merasa mendapatkan ilmu baru maka diharuskan mengucapkan”WOW!”

Untuk membuat peserta merasa antusias dengan workshop kita, sebaiknya seorang fasilitator juga menyelipkan di sela-sela materi kegiatan menggambar diri masing-masing atau bila kondisi memungkinkan audience dibuat berbaris/ berkelompok agar lebih fokus.

Pada saat perkenalan kepada audience, terdapat tips a.l. usahakan menggunakan perkenalan khusus. Setelah itu kita bisa merasakan dampak perkenalan khusus tadi kepada audience melalui metode perkenalan tadi.

Manfaat perkenalan bagi seorang fasilitator a.l. suasana keterbukaan yang terjadi memungkinkan peserta workshop untuk lebih bisa mencerna materi. Suasana informal seperti itu juga dapat menciptakan suasana yang kondusif dan kondusif. Perkenalan seperti itu juga merupakan suatu bentuk penghargaan terhadap keberadaan audience.

Salah satu teori dan konsep belajar juga a.l. dengan menyelipkan video di sela-sela presentasi kita. Video-video tersebut diusahakan juga dapat dilengkapi dengan musik yang bisa disesuaikan denganaudience. Tips ini berlaku misalkan audience kita adalah murid sekolah dasar atau siswa sekolah menengah atas. Setiap 5-15 menit kita dapat menyelipkan video seperti video motivasi atau hiburan tentang hal yang diperbincangkan saat ini. Kebanyakan audience pada usia tersebut merupakan tipe kinestetik atau cenderung akan cepat merasa bosan bila mendengarkan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.

Teori pembelajaran menyebutkan bahwa belajar mengajar mengajar merupakan proses untuk mengubah perilaku melalui aktifitas/kegiatan yang dapat menambah, mengubah dan mengembangkan ketiga aspek : pengetahuan,keterampilan dan sikap.

Istilah-istilah yang umum dijumpai dalam konsep belajar-mengajar yaitu oendidikan, pelatihan. Belajar dan pengembangan.

Dua konsep dasar dalam pendekatan objek pembelajaran berdasarkan usia adalah paedagogi (ilmudan seni dalam mengajar anak) dan andrologi ( ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar. Kedua konsep tersebut berasal dari terminologi : paed (anak), andr (orang dewasa) dan agogos (membimbing/memimpin).

Prinsip dalam konsep paedagogi a.l. pembelajaran orang tua (guru) ke anak (murid/siswa), proses transfer pengetahuan, kegiatan pembelajaran lebih menekankan kepada pengetahuan, hasil pendidikan sepenuhnya merupakan tanggung jawab orang tua (guru) dan bantuan guru terhadap murid/siswa sangat dibutuhkan mengingat kepribadian murid/siswa yang masih tergantung kepada pihak lain.

Dalam konsep andragogi, tujuan pembeljaran adalah perubahan perilaku. Pada usia dewasa terdapat ciri-ciri khusus dalam pembelajaran a.l. belajar bila perlu, belajar sambil kerja, belajar materi yang sesuai dengan realitas dan relevansi kebutuhan hidupnya,materi yang ia dapatkan akan ia hubungkan dengan pengalaman hidup, lingkungan informal merupakan kondisi yang kondusif untuk belajar dan mempunyai ketertarikan pada materi yang ia anggap menarik.

Dua konsep pendekatan pembelajaran berdasarkan proses a.l.Conceptual learning : menekankan pemahaman filosofis/nilai/konsep, Experiental learning : proses pemberian pengalaman nyata (fasilitasi) dengan harapan mmateri pembelajaran yang diberikan dapat segera dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep Experiental learning secara mendalam berusaha untuk mengembangkan ketrampilan dan sikap yang berbasis ”kesadaran berpikir” tentang apa yang dialami berdasarkan tindakan/pengalaman, refleksi/pendalaman dan transfer refleksi pengalaman.

Poin penting pada experiental learning a.l. berkomitmen terhadap apa yang dipikirkan dan dampak terhadap psikologis sebagai stimulan untuk kemudian konsep tersebut dijalani dalam kehidupan.

Istilah yang digunakan dalam belajar-mengajar a.l. paedagogi : guru kepada murid, pengajar/instruktur kepada siswa dan pembimbing kepada pihak yang dibimbing. Sementara pada andragogi : fasilitator kepada peserta pelatihan, narasumber kepada peserta workshop dan dosen kepada mahasiswa.

Makna dan peran fasilitator a.l. pendidik dan pengajar “hanya” pemberi informasi yang mempermudah proses pembelajaran dan tugas yang lebih menantang selain menyiapkan materi yaitu merencanakan dan membangun situasi kelas yang kondusif serta membimbing dan memotivasi agar siap melakukan perubahan positif.

Cara fasilitaor mempersipkan diri a.l. menjadi bagian dari audience, menncipkan iklim kondusif, tanggung jawab tinggi terhadap proses pembelajaran, melakukan evaluasi kelebihan dan kekurangan diri, mampu melihat permasalahan dan mempunyai kemampuan untuk memecahkannya, mengerti perasaan orang lain selama kegiatan, adanya kemampuan mempersuasi orang lain, optimis dan punya iktikad baik dan terbuka “open mind”.

Metode-metode yang harus dikuasai oleh fasilitator a.l. couching (pelatihan), conseling (konsultasi) dan presentasi.

Tahapan dalam fasilitasi dan model bloom a.l. proses tee up (proses awal simulasi) dan Debriefing (diskusi interaktif di akhir simulasi).

Dalam proses tee up, fasilitaor akan menjelaskan nama simulasi, prosedur (proses simulasi, jumlah orang per kelompok, waktu maksimal, media dan sanksi), diskusi kelompok masing-masing dan aba-aba dimulainya simulasi. Di akhir simulasi dilakukan De Briefing dengan menggunakan model bloom/4F.

Prinsip fasilitasi pada model bloom/4F adalah membuat peserta pelatihan mendapat pemahaman sehingga mampu merefleksikan apa yang dilakukan selama simulasi dalam kehidupan nyata. Selain itu tugas seorang fasilitator adalah 4F (Find, Feeling, Finding dan Future/What’s next).

Konsep 4F tersebut secara mendetail lebih mendetaila.l. fact : apa yang terjadi? Apa yang anda amati dalam kelompok?, feeling : bagaimana perasaan anda tadi? Bagaimana perasaan anda saat peristiwa A,B,C,D?, finding : apa yang menyebabkan kegagalan dan kesuksesan tadi? Apa yang dilakukan ketika situasi A,B,C,D? Bagaimana pendapat yang lain? apakah setuju? ada komentar? Jadi apakah yang terpenting dalam melakukan simulasi tadi? Seandainya diminta mengulangi simulasi tadi, apa yang anda lakukan?, future : apakah yang kita lakukan tadi berhubungan dengan tujuan kita? Apa yang tepatnya terjadi di situasi kerja kita? Apakah simulasi tafi berhubungan dengansituasi kerja kita? Jika iya, di mana?

Pada saat de briefing, penting juga untuk memberikan instruksi kepada peserta. Instruksi-instruksi tersebut seperti,”Coba evaluasi lagi metode yang digunakan…”,”Apa yang menyebabkan hal ini terjadi berulang-ulang?”,”Apakah alternatif A lebih baik daripada alternatif B?”,”Apakah tidak ada alternatiflain untuk memecahkan persoalan ini?”.

Selain instruksi-instruksi di atas, seorang fasilitator juga dilarang untuk melakukan penilaian terhadap jawaban/perilaku peserta, mempergunakan kalimat,”Sebaiknya anda…seharusnya anda…”, memberikan petunjuk sesuai keinginan fasilitator dan mempermalukan peserta di depan umum (tidak memperhatikan keadaan mental peserta saat itu seperti sedang gugup, dll).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline