Hidup dalam keberagaman dengan kompleksitas budaya, agama, tradisi, suku, ras, status sosial, serta nilai-nilai lainnya yang dianut, merupakan keseharian bangsa Indonesia. Eksistensi keberagaman, merupakan proses menerima keberagaman dan menyadari perbedaan dan kemajemukan, yang jika tidak menerapkan respek atau menghormati adanya keberagaman itu sendiri, maka dapat menimbulkan konflik, perpecahan, disharmonis sosial, yang pada akhirnya menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia, yang sedianya keberagaman itu justru kita rawat karena salah satu warisan leluhur bangsa Indonesia. Implementasi dari respek terhadap keberagaman, tentunya dengan menjunjung tinggi keberagaman itu sendiri secara positif dan toleransi, maka kita dapat menghadapi berbagai tantangan dan ancaman, menikmati dan memiliki perspektif yang tidak mudah tersulut terhadap adanya perbedaan, serta menikmati warna-warni yang ada di dalamnya.
Dunia pendidikan menjadi institusi garda terdepan, untuk menerapkan terobosan baru dalam pendekatan dan strategi pembelajaran dengan menanamkan konsep empati, toleransi, penghormatan atas hak asasi manusia tanpa membedakan, dimanan pendekatan tersebut dapat diimplementasikan melalui model pendidikan multikulturalisme. Pendidikan multikulturalisme merupakan praktik pendidikann yang dipengaruhui oleh konsep multikul-turalisme (Muniarti, 2019). Multikultural itu sendiri menggambarkan pemahaman, penghormatan, dan bentuk menghargai terhadap keberagaman budaya, sosial, dan suku suatu negara. Dan konsep pendidikan multikulturalisme saat ini menjadi tren kajian ilmu baru dalam dunia pendidikan dan menjadi landasan ontologi pendidikan pada perspektif pluralisme. Sedini mungkin penting untuk dapat diperkenalkan dan dipelajari peserta didik, agar mereka peka terhadap perbedaan dan menyikapinya secara positif sebagai kekayaan potensi bangsa Indonesia.
Kemendikbudristek dengan kebijakan pengembangan Kurikulum Merdeka, dalam salah satu tulisan kolumnis di Kompasiana, 12 Oktober 2022, tentang betapa pentingnya menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar, mendeskripsikan bahwa kebijakan implemetasi di dalam kurikulum merdeka mengutamakan pembelajaran yang mengembangkan soft skills dan karakter, menerapkan proyek profil pelajar Pancasila serta pembelajaran yang dapat menyesuaikan dengan konteks muatan lokal. Kebijakan tersebut menjadi pijakan penting, bahwa implementasi pendidikan multikultural terintegrasi di dalam kurikulum merdeka belajar.
Konteks penanaman nilai dari multikultural itu sendiri, dilakukan melalui iklim pembelajaran demokratis berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Guru dalam proses pembelajaran dapat mengintegrasikan dimensi-dimensi budaya lokal dan nasional, sebagai bentuk pembiasaan bahwa keberagaman yang ditampikan merupakan akar budaya bangsa, yang tersaji epik dalam satu bingkai nilai-nilai Pancasila. Maka proses pendidikan multikultural yang tersaji dalam kurikulum merdeka jelas sekali menggambarkan, baik secara tersurat langsung terutama pada capaian pembelaajran di mata pelajaran kewarganegaraan (PKn), sosiologi, dan antropologi serta pembelajaran dalam proyek profil pelajar Pancasila. Dan secara tersirat terintegrasi dalam semua mata pelajaran dan dilakukan dalam proses pembelajaran baik di awal, inti, dan penutup. Dan harapan lulusan yang nantinya dihasilkan, menjadi lulusan yang dapat merangkai keragaman dan kebhinekaan menjadi satu bingkai yang indah dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila di tengah kemajemukan bangsa Indonesia dapat terwujudkan. Tentunya hal tersebut ditunjang oleh pendidik sebagai fasilitator berkualitas yang dapat menumbuhkan semangat respek keragaman dan toleransi, serta menyikapinya dengan cara menghormati perbedaan, pandangan, dan keyakinan kepada para anak didiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H