PASI merupakan suatu wadah perkumpulan perempuan atas gejolak permasalahan yang terjadi pada masa pergerakan nasional. PASI ini terbentuk atas dasar banyaknya konflik yang terjadi pada masa pergerakan. Hal ini membuat para pemuda dan kalangan perempuan terketuk hatinya untuk bergerak menuntut hak mereka dan juga masyarakat umum yang tertindas oleh pemerintah Hindia Belanda pada saat itu. (Suharto,2005:105-106), PASI ini diisi oleh beberapa wanita hebat, yakni Emma Poeradiredja, Salsih Wulan, Neno Ratnawinandi dan sebagainya. Pembentukan PASI berasal dari hasil Konferensi Pagoyoeban Pasundan pada tanggal 27 Juli 1930 di Bandung, pada dasarnya konferensi tersebut membahas mengenai perkumpulan wanita dan berujung pada pembentukan PASI dengan membentuk birokrasi internalnya sendiri, serta memilih Emma Poeradiredja menjadi pengurus pertama. PASI sendiri dinaungi oleh PP (Pagoeyoeban Pasoendan) yang berhasil menjalarkan pergerakannya mulai dari para pemuda saja, dan sekarang telah berubah menjadi pemuda-pemudi untuk menghadapi gejolak permasalahan yaitu karena perempuan hanya dipandang sebelah mata.
PASI sendiri merupakan suatu wadah agar perempuan bisa memiliki taraf hidup yang sama dengan laki-laki serta memberikan suatu ajaran kepada anggotanya dan juga masyarakat umum. (Suharto,2005:108-109), dimana PASI memberikan pembelajaran modal tentang pengetahuan, pembelajaran bahasa dasar kepada para perempuan dari anggotanya serta masyarakat umum agar membentuk pemahaman yang mendalam agar bisa digapai oleh para kaum perempuan. Bukan hanya itu saja, mereka juga memberikan suatu pembelajaran tentang suatu kerajinan dan pekerjaan yang bisa dilakukan kaum perempuan agar dapat memberantas pengangguran, pelacuran dan merubah pemahaman bahwa perempuan juga dapat bekerja layaknya seorang laki-laki. PASI sendiri bertujuan supaya para kalangan perempuan tidak dipandang rendah serta memberikan pembelajaran bahwa mereka dapat melakukan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh mereka sendiri atas dasar kemampuan yang mereka miliki dan juga memberikan pemahaman dasar pengetahuan, supaya mereka menjadi seorang insan yang dapat menyumbangkan suatu ide atau gagasan pada khalayak umum.
Pada dasarnya PASI ini terbentuk untuk membuat suatu pemahaman bahwa kaum perempuan memiliki peran penting dalam membentuk suatu pemahaman yaitu mempunyai kelayakan tentang pekerjaan dan pengetahuan yang setara dengan kaum laki-laki. (Hafizh M.N, 2020), pada masa Hindia Belanda memang kaum perempuan merasa terasingkan dan tidak memiliki hak yang sama dengan kalangan laki-laki, maka dari itu PASI memberikan ruang untuk kalangan perempuan agar mendapatkan kesetaraan dari segi pekerjaan dan ilmu pengetahuan serta memiliki tujuan untuk memakmurkan kalangan perempuan dan menuntut hak-hak yang harus dipenuhi karena telah diselewengkan oleh pemerintah Hindia Belanda yang bersifat feodalisme. PASI sendiri terus berjuang untuk mengembalikkan hak-hak kaum perempuan serta menumbuhkan pemikiran tentang dasar nasional, bahwa mereka adalah suatu kalangan yang dapat ikut berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Selain itu PASI juga merupakan organisasi perempuan yang berpengaruh karena memiliki kepedulian terhadap adat dan budaya Sunda yang bertujuan untuk terus melestarikannya tetapi organisasi ini memang terbentuk atas dasar bahwasanya perempuan juga memiliki kesetaraan yang sama dengan laki-laki agar tidak selalu dipandang sebelah mata dan juga memiliki peran penting dalam membantu perjuangan bangsa dengan kemampuan yang mereka miliki.
(Kurnia A, 2023), menyatakan bahwa PASI sendiri memiliki suatu gerakan yang dituliskan dalam koran untuk menuangkan ide dan propaganda yang disebut surat kabar 'Gentra Istri' surat ini memuat tentang ide-ide serta propaganda kepada masyarakat tentang permasalahan terkait hak-hak perempuan. Memang pada dasarnya PASI sendiri ingin agar para kaum perempuan memiliki keterampilan dan pendidikan yang baik agar terwujud kesetaraan dalam perjuangan kemerdekaan. Akan tetapi, pada dasarnya perempuan dalam segi fisik kalah dengan laki-laki maka timbul suatu perjuangan yang bisa dilakukan oleh perempuan untuk ikut andil dalam perjuangan pergerakan dengan kemampuan mereka sendiri.
PASI sendiri terus berjuang sampai peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang pada tahun 1942, dimana pada saat itu Jepang memiliki pandangan yang sama dengan Belanda bahwa perempuan hanya sebatas sebagai pendamping laki- laki saja. Pada saat itu PASI tetap dalam pendiriannya dalam menegakkan hak-hak perempuan meskipun dikecam oleh Jepang. (Hafizh M.N, 2020), ketika pemerintahan diambil alih oleh Jepang, mereka tidak menyetujui adanya gerakan tentang hak-hak perempuan yang menimbulkan beberapa organisasi seperti PASI harus berjuang dalam bawah tanah. Ketika hak-hak perempuan, pergerakan serta perjuangannya dibatasi, mereka tetap dalam pendiriannya dengan menyuarakan hak-hak perempuan yang diselewengkan penguasa dengan melalui gerakan bawah tanah. Memang pada saat itu Jepang sangat memandang gerakan-gerakan terkait penyempurnaan hak-hak perempuan itu harus dibatasi, tetapi PASI tidak gentar dan terus bergerak melalui gerakan bawah tanah sampai negara merdeka. Bahkan, PASI sendiri berjuang dalam tiga zaman yaitu pada zaman Hindia Belanda, Jepang, dan pasca kemerdekaan. PASI sudah banyak melewati banyak rintangan yang sangat berat tetapi dengan keteguhan serta keberanian para pengurus dan anggotanya, mereka tetap berdiri untuk memberikan hak-hak perempuan yang dibatasi.Salah satunya yaitu memberikan fasilitas pendididkan seperti pembentukan sekolah- sekolah yang bertujuan supaya kaum perempuan memiliki pemikiran kearah yang lebih maju.Dengan pendidikan, PASI menganggap anak-anak yang terdidik dengan bersekolah tidak akan melupakan adat dan budaya mereka sendiri. Terutama mereka dapat melestarikan budaya sunda serta membentuk suatu kaum perempuan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan agar mendapatkan kembali hak-hak mereka, terutama supaya kaum perempuan tidak selalu dianggap rendah,dipandang sebelah mata dan dianggap memiliki peran yang penting dalam perjuangan melalui cara mereka sendiri serta kemampuan yang dimiliki.
Penulis :
Alan Wira Pramana
Naufal Athaya Ghani
Marni Apriliani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H