Lihat ke Halaman Asli

Lina Hafs

Wirausaha

Sebungkus Nasi Untuknya

Diperbarui: 25 Mei 2023   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jww/Dokpri

Ku hampiri dia, dan menyodorkan sepiring nasi yang ku ambil dari meja makan. Tak lupa satu botol air mineral yang terlebih dahulu ku buka segelnya. Dengan tangan gemetar dia menggapai piring nasi yang ku sodorkan..

 "makan pak ya.." ia mengangguk tanpa ekspresi. 

Semula aku berniat menawarkan untuk mencuci tangannya di kran halaman rumahku, namun belum sempat ku lontarkan  dia sudah makan dengan begitu lahap. Ah ya sudahlah, bukankah  hari-harinya juga tak pernah perduli dengan kebersihan badannya sendiri, namun herannya selalu saja tetap sehat dan kuat menjalankan hidupnya. 

Bajunya lusuh, kotor tentunya. Celana pendek yang dia kenakanpun sudah sangat dekil, sarung bermotif kotak-kotak dia lingkari di bahunya, tanpa alas kaki beraroma asam. 

Dia tetaplah manusia yang bisa lapar dan haus, mungkin otaknya sudah tidak berfungsi dan hidupnya tak karuan. 

Bahkan mungkin keluarganyapun tak mengharapkan dia pulang.  Tapi bisa jadi keluarganya sempat mencarinya namun  tak ditemukan. Dia berjalan dan berjalan tanpa arah, tapi dia tetaplah manusia walau kehilangan akal sehat. Kasihan... 

Aku beranjak masuk ke dalam rumah, ada rasa khawatir dia mengganggu. Pintu gerbang kututup, pintu rumahpun kututup untuk antisipasi saja. Aku tetap terjaga, memasang telinga dan mata. Wajar... karena bagaimanapun dia bukan orang waras yang memahami sopan santun bertamu. 

Sekitar satu jam kemudian, ku buka pintu rumah dan kudapati piring tadi sudah mulus bersih, rupanya dia makan seperti mengepel atau mungkin karena sangat lapar. Akupun beranjak keluar gerbang, dia sudah tidak ada di tempat... 

Entah mengapa aku penasaran tentang keberadaannya, padahal aku sudah menyiapkan sarung dan baju kaos yang lebih layak dia gunakan. 

Kuceritakan hal itu pada suamiku, dan suamiku yakin suatu saat dia akan datang lagi. Setidaknya saat dia sangat lapar dia akan ingat bahwa di sini dia bisa mendapat sepiring nasi, tapi suamiku berpesan "lain kali jangan kasih sepiring, tapi bungkuslah juga sebagai bekalnya nanti" ujar beliau. "Ah masak iya, diakan gila... masak ingat" kataku ... suamiku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya dan mengusap kepalaku.

Beberapa hari kemudian benar saja, sepulang aku dari tempat kerja ku temui dia sudah berada di tempat yang sama seperti beberapa hari lalu. Di samping pintu gerbang rumahku, duduk memeluk lututnya dengan sarung buntutnya. Dia menatapku penuh harap, aku tersenyum walau dia tak butuhkan senyumku. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline