Sampai saat ini, penyakit degeneratif merupakan penyebab utama kematian di dunia. Hal ini juga berdampak pada kerugian yang diderita oleh beberapa negara di dunia. Dari 56 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2012, 38 juta (68%) disebabkan oleh penyakit degeneratif, salah satu penyakit degeneratif nya yaitu diabetes melitus atau kencing manis (Azis, Muriman, & Burhan, 2020).
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik karena adanya masalah pada pengeluaran insulin. Insulin yang diproduksi oleh pankreas kurang, akibatnya terjadi ketidakseimbangan gula dalam darah sehingga meningkatkan konsentrasi kadar gula darah (Kemenkes RI, 2014 dalam Silalahi, 2019).
Diabetes melitus (DM) atau kencing manis merupakan penyakit dengan prevalensi yang tinggi dan terus meningkat diseluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang, sehingga diabetes melitus dianggap menjadi masalah utama kesehatan atau penyakit global di masyarakat. Sekitar 425 juta orang di seluruh dunia menderita DM.
Jumlah terbesar orang dengan DM yaitu berada di wilayah Pasifik Barat 159 juta dan Asia Tenggara 82 juta, Indonesia menduduki peringkat ke tujuh untuk penderita DM terbanyak di dunia dengan jumlah 10,3 juta penderita (Azis, Muriman, & Burhan, 2020). Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita DM yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1% sedangkan prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2018 sebesar 2% dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah DKI Jakarta (3,4%) dan paling rendah daerah terdapat di provingsi NTT (0,9%).
Prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada perempuan (1.8%) dibandingkan dengan laki-laki (1.2%) berdasarkan kategori usia penderita DM terbesar berada pada rentang usia 55-64 tahun dan 65-74 tahun. Kemudian untuk daerah domisili lebih banyak penduduk DM yang berada di perkotaan (1.9%) dibanding dengan pedesaan (1,0%) (Riskesdas, 2018).
Tingkat pengetahuan masyarakat terkait diabetes melitus atau kencing manis ini harus lebih diperhatikan kembali. Beberapa survey menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan mengenai diabetes melitus mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui akan dirinya terkena penyakit tersebut, sehingga pemantauan dan pencegahan sebelumnya tidak dapat dicegah.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah untuk menerima informasi baru, tetapi tidak sedikit dari mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi namun belum banyak yang mengetahui penyakit diabetes melitus dan bagaimana cara penanganannya.
Biasanya penyakit diabetes melitus dapat terjadi karena umur, jenis kelamin, genetik/keturunan, pola hidup, serta kebiasaan merokok. Mereka yang memiliki pola hidup cenderung tidak sehat, sering stress dan tidak pernah berolahraga lebih sering terkena diabetes melitus.
Tidak heran jika kasus diabetes melitus ini terus meningkat pada masyarakat dikarenakan masyarakat tidak mau mencegah dengan cara melakukan kebiasaan pola hidup yang sehat dan tidak pernah mengontrol kadar gula darah nya ke pelayanan kesehatan.
Ketika masyarakat sudah terdiagnosis terkena penyakit diabetes melitus mereka akan dianjurkan untuk melakukan diet dengan cara memakan makanan yang dianjurkan untuk masyarakat dengan diabetes melitus dan rutin berolahraga gunanya untuk menurunkan kadar gula dalam darah dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi penyakit. Karena menerapkan pola hidup sehat pun tidak cukup untuk menurunkan kadar gula darah sehingga masyarakat yang terkena diabetes akan diberikan obat untuk membantu menurunkan gula darah nya.
Akan tetapi, banyak dari masyarakat yang acuh terhadap konsumsi obat dan mengatur pola makannya, mereka sering kali tidak rutin meminum obat dan memakan sembarang makanan yang mengandung banyak gula tanpa mengetahui dampak yang akan terjadi kedepan nya. Padahal tujuan dari masyarakat meminum obat dan menjaga pola hidup nya untuk mengontrol kadar gula darah.