Lihat ke Halaman Asli

[Intro] Re-defining The Differentiation Tactic

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh-jauh hari, sebelum tulisan ini dibuat. Michael Porter, mahaguru strategy berpendapat, kalau cara paling dasar untuk memenangkan persaingan itu cuma dua, yang pertama adalah cost leadership dan kedua adalah Differentiation. Kalau anda tidak bisa jadi yang paling murah dengan kekuatan cost leadership maka jadilah yang beda dari yang lainnya. Kalau anda jualan nasi goreng, apa bedanya nasi goreng anda dengan gerobak sebelah, kalau anda seorang akuntan publik, kenapa orang lain harus pakai jasa anda dibandingkan akuntan lain. Prinsipnya adalah its better to be different than to be better. Sederhana! Makanya strategy ini disebut dengan generic strategy.

Differentiation Nowdays

Itu dulu, lalu bagaimana dengan masa kini? Apakah differentiation sudah tidak diperlukan lagi? Masih sangat relevan! Justru dengan semakin berdarah-darahnya persaingan, mereka yang bisa bertahan adalah mereka yang menonjol diantara kerumunan. Nah masalahnya adalah banyak pihak salah kaprah mengenai differensiasi, ketika ditanya “apa sih bedanya kue anda dengan kue ibu sebelah” jawaban yang paling sering di dengar ya…”Kue saya lebih enak pak!”, di kasus lain ketika ditanya “apa sih bedanya gunting rambut ditempatmu dengan gunting rambut di dekat rumahku.” Lagi-lagi jawabannya mirip “Gunting rambut di tempat saya lebih rapi pak.”

Yang menggelitik saya adalah, apakah tempat cukur orang lain tidak rapi? Apakah toko kue orang lain tidak enak? Lagi-lagi pembedanya adalah kata “PALING”.

Memang secara sederhana, differensiasi termudah adalah differensiasi yang bersifat superlative. Anda jadi yang paling enak, jadi yang paling kuat, jadi yang paling manjur, jadi yang paling murah, dan paling lainnya. Kalau anda memang yang “PALING” tentu anda berbeda sendiri. Anda Different!

Namun masalahnya, gak sesederhana itu. Pertama, apakah anda yakin bisa dengan mudah menciptakan tawaran produk yang luar biasa, dan paling hebat dipasar? Kedua, pada kasus tertentu nilai PALING tidak bisa bersifat absolute. Misalnya rasa, keramahan dan kerapian. Sangat subjektif dan berdasarkan selera masing-masing orang.

Point of Parity & Point of Differentiation

Akhirnya, ada pihak yang berpendapat kalau differensiasi itu ibarat bergerak berlawanan arah. Kalau competitor anda jalan ke kanan, anda jalan ke kiri, itulah differensiasi. Tidak sepenuhnya salah! Tapi mari kita buka lagi teori klasik Differensiasi ala Phillip Kotler, Suhu Marketing Management. Kotler memperkenalkan konsep Point of Parity (POP) & Point of Differentiation (POD). Point of Differentiation adalah factor pembeda antara produk anda dengan produk orang lain, POD bisa jadi merupakan factor yang menentukan preferensi pelanggan anda. Sedangkan Point of Parity adalah titik kesamaan produk anda dengan produk lain di dalam pasar. Namun Point of Parity ini berguna agar produk anda tetap relevan di dalam Industri. Banyak orang begitu kepengen berbeda hasilnya malah jadi aneh. Contohnya adalah menjamurnya brand keripik singkong pedas di Indonesia. Awalnya nama yang umum digunakan adalah keripik setan. Tidak berapa lama muncul pesaing-pesaingnya. Karena ingin berbeda digunakanlah nama keripik pocong, keripik kuntilanak, keripik tuyul dsbnya. Warna bumbu di keripik yang merah darah pun jadi macam-macam ada yang hijau, kuning, ungu dan sebagainya. Kreatif? Rasanya tidak. Kesan aneh dan tidak relevan lah yang muncul. Jadi kalau anda punya produk pastikanlah produk tersebut berbeda namun tetap relevan dengan kompetisi yang ada. Selamat mencoba!

Minggu depan kita masih akan membahas tentang differensiasi antara lain cara membangun differensiasi yang kuat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline