Lihat ke Halaman Asli

Polisi Tukang Menegakkan Aturan dan Peraturan, Bukan Begal dan Tukang Palak

Diperbarui: 10 Oktober 2016   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sesuai surat edaran balasan dari kormnas Ham tersebut , bahwa dinyatakan Polres Pati belum berani menampakkan jati diri anak buahnya an. BBPB ( aipda) oknum polres pati yang mebawa lari istri sah pengadu a.n. SH , yang smpai sekarang masih mondar mandir mengfurus persoalan berkaitan dengan istrinya yang dibawa kabur oleh oknum polres pati pada sekitar 11-11-2011 , bertempat d TKP di Mojolawaran gabus , setelah pasangan suami istri ini minta bimbingan kiai haji Mochit untuk konsultasi keluarga , keterlibaran oknum polres pati dalam intervensi urusan internal keluarga besar SH ini dipertanyakan , sbab semnjak kejadian itu polres pati membalikkan kasusnya menjadi urusan KDRT , hal yang dipaksakan , sekarang soal oknum polisi yang membawa lari / kabur dengan yang diculik itu tak diketahui dimana keberadaannya sampai sekarang oleh pengadu.

Mmohon perhatian Mabes Polri untuk turun langsung meneliti kejadian serupa , sebab memang ada upaya pengalihan kasus oleh polres pati - polda jateng terkait kejadian serupa , sehingga penanganannya dianggap tidak netral ,ada rekayaas, tidak objektif dan maksimal. sudah seharusnya institusi POLRI untuk tegas menindak perbuatan anak buahnya yang arogan , anarkhis , brutal , membegal , menodong , mermpas dan menculik istri dan anak istri SH tersebut, ketegasan oknum polisi jangan disalah artikan sebagai bagaian dari tugas selama itu bertentangan dengan S O P , samapai dengan berita ini diturunkan belum ada upaya penyelesaian konflik antara oknum polisi dengan korban , sebab trsangka bersikukuh tyidak mengakui perbuatannya , seakan akan ditutupi oleh fihak fihak yang berkentingan secara politis , sebab banyak pertimbangan politis , social , keagamaan , dan adat yang masih dijunjung tinggi.

Seharusnya ini menjadi PR besar institusi POLRI untuk menindak anak buahnya yang menyeleweng , menyimpang , dan melanggar disiplin polri , tidak hanya sekedar memindah tugaskan saja . sama halnya yang terjadi di jalan magelang , Dalam perjalanan ke Magelang itu, Ganjar naik mobil Toyota Hiace warna silver. Tertangkapnya petugas dari unsur polisi ini seharusnya menjadi pelajaran bagi Polri. Penangkapan ini ibarat sebuah tamparan dari Ganjar kepada Polri. Sebuah tamparan yang santun. Apakah Polri ingin terus “ditampar” oleh Ganjar? Tentu tidak. Maka Polri harus mereformasi dirinya.

Tentu bukan Brigadir Dani seorang yang mendapat hukuman karena pungli di sebuah institusi mustahil dilakukan seorang diri. Dani hanya pintu untuk membongkar praktik haram yang dilakukan teman-teman dan pimpinannya di Samsat Kota Magelang. Rencana sidak ke Samsat ini tidak ada yang tahu. Wartawan-wartawan Pemprov yang seperti biasa mengikuti Ganjar dalam kunjungan kerja juga tidak mendapat informasi. Pada jadwal acara yang diterima wartawan, hanya tertera keterangan "acara pribadi". Bahkan petugas polisi PJR Polda Jateng yang mengawal gubernur juga tidak tahu. Ketika mobil Ganjar berbelok ke Samsat, mobil PJR terus melaju tanpa tahu yang dikawalnya sudah berbelok.

Ganjar juga sengaja tidak menggunakan mobil Innova hitam yang sudah diketahui umum adalah mobil dinas gubernur. Dalam perjalanan ke Magelang itu, Ganjar naik mobil Toyota Hiace warna silver. cerita ini kita bisa melihat kedewasaan Ganjar dalam menyikapi praktik pungli. Meski saya yakin saat itu Ganjar sangat marah melihat pungli, namun ia tidak menunjukkannya secara berlebihan di muka umum. Ganjar bisa memanajemen kemarahannya agar tidak keluar dari substansi. Ganjar marah dengan santun. Selain itu, sidak di Kantor Samsat Kota Magelang itu kembali membuka mata kita akan sulitnya memberantas pungli.

Ganjar sendiri mengaku kecewa, perang pungli yang dinyatakannya sejak pertama menjabat gubernur nyatanya belum membuahkan hasil signifikan. Praktik pungli hanya tiarap beberapa waktu usai sidak. Setelah pemberitaan mereda, petugas-petugas nakal itu kembali bergerilya melancarkan aksinya. Untuk diketahui,bukan pertama kali gubernur ganteng ini melakukan sidak. Ganjar berulang kali mengunjungi kantor Samsat secara mendadak, alias tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Biasanya, petugas langsung kalang kabut. Pimpinan Samsat tergopoh-gopoh menyambut. Biasanya yang ditemukan Ganjar masih sebatas ketidakdisiplinan

Setelah itu izin ke belakang dengan alasan ingin kencing. Tentu saja wartawan tidak mengikutinya karena tidak etis merekam aktifitas gubernur di toilet. Yang tidak diketahui wartawan, usai kencing, Ganjar memanggil Bangun Trintriyanto dan perwira polisi yang memimpin satuannya di Samsat Kota Magelang. Selama 15 menit Ganjar “menguliahi” dua pimpinan itu agar menghapus pungli dan memperbaiki pelayanannya. Dari cerita ini kita bisa melihat kedewasaan Ganjar dalam menyikapi praktik pungli.

Meski saya yakin saat itu Ganjar sangat marah melihat pungli, namun ia tidak menunjukkannya secara berlebihan di muka umum. Ganjar bisa memanajemen kemarahannya agar tidak keluar dari substansi. Ganjar marah dengan santun. Selain itu, sidak di Kantor Samsat Kota Magelang itu kembali membuka mata kita akan sulitnya memberantas pungli. Ganjar sendiri mengaku kecewa, perang pungli yang dinyatakannya sejak pertama menjabat gubernur nyatanya belum membuahkan hasil signifikan. Praktik pungli hanya tiarap beberapa waktu usai sidak. Setelah pemberitaan mereda, petugas-petugas nakal itu kembali bergerilya melancarkan aksinya.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menjadi trending topic ketika marah-marah setelah menemukan pungli di Jembatan Timbang. Ia kembali marah di depan kamera ketika sidak di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Jateng dan beberapa aksi lainnya. Namun ada yang berbeda ketika Ganjar menangkap basah pungli di Samsat Kota Magelang pada Rabu pekan lalu. Ekspresi Ganjar nampak dingin, ia tetap kalem ketika menanyai Sugiharto (warga yang kena pungli), maupun ketika mengantar Sugiharto menemui Brigadir Dani. Dengan nada bicara rendah, Ganjar berbicara pada Brigadir Dani agar mengembalikan uang Rp50 ribu milik Sugiharto.

Bahkan ketika pimpinan Samsat Magelang menemuinya, Ganjar tidak ngomel-ngomel. Di depan kamera wartawan, Ganjar hanya berbicara singkat dan pelan kepada Kepala UP3AD/ Samsat Kota Magelang Bangun Trintriyanto. Setelah itu izin ke belakang dengan alasan ingin kencing. Tentu saja wartawan tidak mengikutinya karena tidak etis merekam aktifitas gubernur di toilet. Yang tidak diketahui wartawan, usai kencing, Ganjar memanggil Bangun Trintriyanto dan perwira polisi yang memimpin satuannya di Samsat Kota Magelang. Selama 15 menit Ganjar “menguliahi” dua pimpinan itu agar menghapus pungli dan memperbaiki pelayanannya. Peristiwa seperti ini harus di abadikan biar polsi Indonesia tidak seperti polisi India.

Mungkin jengah terus mendapat “teror” pengaduan, Ganjar membuktikan sendiri di lapangan. Rabu pagi itu ia melakukan perjalanan kerja ke Magelang. Jadwal kerja pertama seharusnya memberi kuliah umum di Universitas Muhammdiyah Magelang. Namun sebelumnya ia meminta sopir mobil dinas untuk berbelok ke Kantor Samsat Magelang.mungkin ada upaya penindakan dengan pemecatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline