Lihat ke Halaman Asli

Marjuni

Praktisi dan Pelaku Pendidikan Islam

Literasi Santri: Mengapa dan Bagaimana?

Diperbarui: 2 Februari 2023   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc Pri Marjuni

Membaca adalah perintah pertama Allah SWT sebelum perintah lainnya

Menurunnya minat baca siswa pada era pendidikan 4.0 dapat dikaitkan dengan beberapa faktor, seperti pertumbuhan teknologi informasi, aksesibilitas Google yang dapat membantu siswa menemukan jawaban atas pertanyaan apa pun, dan maraknya akun media sosial siswa populer seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, WeChat, Telegram, Line, dan Twitter (Chusnul Muali dan Fathor Rohman:2023). 

Benarkah media sosial berkontribusi menurunkan minat baca siswa?

Rilis The Alberta Teachers' Association tahun 2020 mengungkap bahwa anak muda yang menulis blog dan suka membaca telah menjadi penulis yang lebih percaya diri. Semua pihak mengakui bahwa banjir informasi menyebabkan otak manusia cenderung mudah teralihkan dan cenderung sulit untuk fokus pada membaca. Sehingga buku kehilangan popularitasnya di era smartphone, tablet, dan perangkat elektronik. Menurunnya minat membaca buku dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Alasan utamanya adalah meningkatnya popularitas konten digital. Banyak orang lebih suka membaca artikel di ponsel atau tablet mereka daripada menghabiskan waktu membaca buku.

Temuan lain mengungkapkan bahwa selama pandemi Covid-19, para siswa kehilangan sepertiga Tahun Ajaran. Temuan Studi
Keterlambatan dan kemunduran belajar paling parah dialami oleh negara berkembang dan di antara anak-anak dari latar belakang berpenghasilan rendah.  Membaca bukanlah prioritas bagi siswa Indonesia, menurut data UNESCO, dan hal ini disebabkan kurangnya motivasi intrinsik dan akses terhadap bahan bacaan.

Bagaimana dengan minat baca santri?

Doc Pri Marjuni

Sejak awal kemunculannya, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang identik dengan kegiatan membaca. Terlebih lagi yang sangat mencolok adalah di pesantren salaf. Para santri menyimak materi pelajaran dari suatu Kitab yang dibacakan oleh Kyai. Aktivitas pesantren yang demikian itu hingga kini masih terjaga dengan baik. Bukan saja pesantren salaf, namun pesantren modern seperti Pondok Ngabar dan Gontor Ponorogo juga memiliki budaya literasi yang tinggi.

Pesantren Ibnu Abbas di Masaran Sragen Jawa Tengah misalnya, bahwa pesantren ini menggalakkan program Pojok Literasi Santri. Sumber pengetahuan yang bagus untuk santri yang membutuhkan bantuan membaca tambahan adalah pojok literasi sekolah. Berbeda dengan lingkungan perpustakaan yang tenang dan terkontrol, "pojok literasi" ini memudahkan santri untuk menghabiskan waktu luang mereka dengan membaca dengan cara menyediakan ruang santai dan bersahaja untuk melakukan kegiatan literasi (membaca dan berdiskusi).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline