Aku mendengus kesal melihat Kak Reno dikerubuti oleh teman-teman perempuanku setiba di sekolah. Para gadis centil itu selalu menyambut kakak lelakiku dengan manis. Semenjak laki-laki itu datang ke sekolah sebulan lalu, aku selalu dibuat cemburu melihat adegan yang tak mengenakkan hati tersebut.
murid normal hanya akan menyapa 'pagi, Pak!' pada Kak Reno, tetapi tidak dengan para gadis centil itu. Mereka...
"Pagi, Pak Reno. Bapak udah sarapan belum? Ini aku bawa sarapan buat bapak. Nanti sarapan bareng aku, ya?"
"Sama aku aja, Pak. Aku juga bawa sarapan buat bapak. Enak, loh, Pak."
"Aku lebih enak, Pak. Sama aku aja, ya?"
Sikap perhatian yang selalu mereka tunjukkan pada guru baru pelajaran Bahasa Indonesia ini semakin membuatku kesal. Kenapa ia yang menggantikan mengajar mata pelajaran bahasa Negara kami? Masih banyak guru yang lain, kenapa harus dia? Aku selalu bertanya-tanya mengapa hal itu terjadi.
"Wah... terimakasih banyak. Tapi maaf, bapak udah sarapan tadi di rumah. Ini buat kalian aja. Maaf banget, ya?"
Meskipun Kak Reno selalu menolak pemberian dari mereka, gadis-gadis pencari perhatian itu selalu saja melakukan hal tersebut. Aku yang keki melihat adegan yang tidak seharusnya aku tonton pun berjalan menuju kelas. Masih ada tontonan yang lebih seru di televisi, dibandingkan itu yang para pemainnya kurang bagus dalam berakting.
Beberapa waktu lalu, Kak Reno mendatangiku. Ia meminta pendapat adiknya ini tentang niat yang ingin menjadi salah satu guru di sekolahnya. Saat itu aku begitu antusias mengetahuinya, bahkan aku sangat mendukung niat baiknya tersebut. Karena selain belajar, aku juga bisa berangkat dan pulang sekolah bersamanya. Tapi nyatanya aku salah.
Setelah seminggu Kak Reno mengajar, teman-teman perempuanku bersikap yang tidak biasa padanya. Mereka selalu ingin dekat-dekat Kak Reno, bahkan berani meminta nomor teleponnya. Tidak tahu kenapa, aku tak suka melihat tingkah para gadis ABG yang berlebihan itu. Apa maksud mereka bersikap seperti itu pada kakakku?
"Pagi, anak-anak!"