Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sudah sejak lama menjadi harapan besar bagi banyak mahasiswa Indonesia untuk mengejar pendidikan di universitas bergengsi luar negeri.
Namun, beasiswa ini membawa tanggung jawab besar: sebagian pihak meyakini para penerima harus kembali dan berkontribusi bagi negara yang telah membiayai mereka.
Pernyataan dari Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Sainstek) yang membolehkan lulusan bekerja di luar negeri jika bukan berasal dari kalangan ASN, TNI, atau Polri, menuai polemik.
Pendukung kebijakan ini menilai bahwa, terlepas dari lokasi pekerjaan, ilmu yang diperoleh lulusan tetap dapat membawa manfaat bagi Indonesia.
Namun, pendapat ini bersinggungan dengan pandangan nasionalis yang menuntut para lulusan LPDP untuk "membayar kembali" investasi negara dengan berkarya di dalam negeri.
Realitas Lapangan: Kurangnya Peluang Sesuai Kompetensi
Bagi banyak lulusan LPDP, keinginan untuk berkontribusi di tanah air terhalang oleh kenyataan bahwa lapangan kerja di Indonesia belum mampu menampung mereka.
Seorang teman penulis, misalnya, memperoleh beasiswa LPDP untuk mempelajari pengolahan minyak bumi dengan teknologi yang bisa mengolah hasil tambang berkadar sulfur tinggi.
Setelah menyelesaikan studi di Oxford, ia kembali ke Indonesia dengan semangat besar. Namun, lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia tidak dapat menampung keahliannya.
Akhirnya, ia menerima tawaran di perusahaan minyak asing di Dubai yang dapat memanfaatkan keahliannya dengan optimal. Kisah ini bukanlah satu-satunya---banyak lulusan LPDP lain menghadapi situasi serupa.
Data Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan bahwa industri di Indonesia kerap mengalami ketimpangan antara suplai tenaga kerja terampil dan kebutuhan industri.