Peristiwa makan bersama di tengah hiruk-pikuk politik tampaknya kini telah menjadi tradisi yang menarik perhatian publik.
Kali ini, giliran Prabowo Subianto yang mengundang Ridwan Kamil, kandidat calon Gubernur Jakarta, untuk makan bersama.
Bagi sebagian orang, ini mengingatkan pada tradisi serupa yang dibangun oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang dikenal sering makan bersama kandidat-kandidat politik.
Dulu, setiap kali Jokowi bertemu secara informal dengan para kandidat, pasti muncul tuduhan bahwa ia "cawe-cawe" atau ikut campur dalam politik praktis.
Namun, kali ini, ketika Prabowo yang melakukan hal serupa, kritik yang sama tampaknya tidak sekeras sebelumnya.
Padahal, momen makan bersama ini memiliki makna tersirat dalam politik Indonesia, dan bisa saja dimaknai sebagai dukungan atau sinyal politik tertentu.
Makan Bersama dan Tradisi Simbolis Politik
Makan bersama di kalangan elit politik Indonesia bukan sekadar urusan perut atau silaturahmi biasa. Seringkali, acara ini membawa simbol dan pesan politik, serta memberikan ruang bagi para kandidat untuk membangun citra.
Pada masa kepresidenan Jokowi, acara makan bersama sering kali menimbulkan spekulasi tentang keberpihakan. Kritik terhadap Jokowi biasanya berbunyi bahwa sebagai presiden, ia harus netral dan tidak berpihak dalam Pilkada atau Pemilu.
Dalam konteks ini, istilah "cawe-cawe" menjadi perdebatan panjang, seolah-olah Jokowi telah melanggar netralitas jika terlihat berinteraksi dengan kandidat tertentu.
Kali ini, Prabowo Subianto, yang kini menjabat sebagai Presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, meneruskan tradisi makan bersama tersebut dengan Ridwan Kamil. Namun, reaksi yang muncul justru lebih ringan, dan tidak banyak yang menuduh Prabowo cawe-cawe.