Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

Profesional

Pidato Perdana Prabowo: Politik Luar Negeri yang Bebas Aktif dan Tantangannya di Dunia Internasional

Diperbarui: 21 Oktober 2024   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Antara 

Dalam pidato perdananya sebagai presiden terpilih, Prabowo Subianto menegaskan kembali komitmen Indonesia pada politik luar negeri yang bebas aktif. Di tengah ketidakpastian global, Indonesia memilih untuk bersikap nonblok, tidak terikat pada pakta militer mana pun, dan mengedepankan hubungan baik dengan semua negara. "Kita ingin menjadi tetangga yang baik," ujar Prabowo, mengutip filosofi "seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak." Pesan ini menegaskan bahwa meskipun Indonesia ingin menjalin persahabatan dengan semua negara, kita tetap memegang prinsip-prinsip tegas, seperti anti penjajahan, anti penindasan, anti rasisme, dan solidaritas dengan rakyat tertindas.

Prinsip-prinsip ini, menurut Prabowo, tidak hanya lahir dari pengalaman sejarah panjang Indonesia yang pernah dijajah, tetapi juga sebagai bentuk solidaritas terhadap negara-negara yang masih berjuang untuk kemerdekaan. Salah satu contohnya adalah dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina. Pemerintah Presiden Joko Widodo telah mengirimkan berbagai bentuk bantuan, termasuk tim medis yang bekerja di Gaza, bahkan saat risiko sangat tinggi. Prabowo berjanji untuk melanjutkan dukungan ini, menyiapkan rumah sakit dan bantuan lainnya bagi korban perang di Palestina.

Politik Luar Negeri Bebas Aktif: Akar Sejarah dan Prinsip

Konsep politik luar negeri yang bebas aktif bukanlah hal baru bagi Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, Presiden Soekarno merumuskan prinsip ini sebagai pedoman diplomasi. Bebas berarti Indonesia tidak memihak blok kekuatan manapun, baik Barat maupun Timur, sementara aktif menuntut Indonesia untuk terlibat secara aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. Prinsip ini menjadi fondasi kuat yang membedakan Indonesia dari banyak negara di era Perang Dingin, terutama ketika ketegangan antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet mencapai puncaknya.

Namun, bebas aktif bukan berarti pasif. Indonesia kerap menggunakan posisinya yang nonblok untuk menengahi konflik atau memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, baik di tingkat kawasan maupun global. Prabowo, dalam pidatonya, memperlihatkan pemahaman mendalam tentang geopolitik global dan tekad untuk menjaga martabat Indonesia di dunia internasional.

Pencapaian dan Peran Indonesia di Kancah Internasional

Sepanjang sejarah modern, Indonesia telah memainkan peran penting di berbagai forum internasional, dari Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 hingga perannya di ASEAN. Indonesia juga menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB beberapa kali, di mana kita sering menggunakan posisi tersebut untuk mendorong penyelesaian konflik secara damai dan menghormati kedaulatan negara.

Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia juga berperan dalam berbagai isu internasional. Salah satu yang paling menonjol adalah advokasi untuk Palestina, di mana Indonesia konsisten mendukung kemerdekaan Palestina dan menentang segala bentuk penindasan. Bantuan kemanusiaan yang dikirimkan Indonesia ke Gaza baru-baru ini adalah bukti nyata dari komitmen tersebut. Selain itu, Indonesia juga aktif dalam upaya menjaga stabilitas kawasan melalui diplomasi di ASEAN, termasuk isu Laut China Selatan dan krisis Myanmar.

Tantangan dalam Melaksanakan Politik Bebas Aktif

Namun, pelaksanaan politik bebas aktif di era globalisasi dan multipolar ini tentu tidak tanpa tantangan. Dunia kini sedang berada di tengah-tengah perubahan geopolitik yang cepat, dengan persaingan antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China semakin intens. Di tengah situasi ini, menjaga keseimbangan antara prinsip nonblok dengan kepentingan nasional menjadi tantangan tersendiri.

Salah satu tantangan utama adalah bagaimana Indonesia bisa menjaga independensinya tanpa mengorbankan kepentingan ekonomi atau keamanan nasional. China, misalnya, merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, tetapi di sisi lain, pengaruh China yang semakin besar di kawasan, termasuk di Laut China Selatan, bisa menimbulkan kekhawatiran. Di sisi lain, Indonesia juga harus tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara Barat, yang masih menjadi mitra penting dalam perdagangan, investasi, dan pertahanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline