Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

Profesional

Pidato Perdana Prabowo: Demokrasi Kita Berakar dari Kultur Indonesia, Pesan Persatuan di Tengah Polarisasi Politik

Diperbarui: 21 Oktober 2024   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Antara 

Prabowo Subianto, dalam pidato perdananya sebagai presiden terpilih, menekankan pentingnya demokrasi yang berakar pada budaya Indonesia. Pesan utamanya adalah ajakan untuk memperkuat kebersamaan dan persatuan di tengah dinamika politik yang kerap diwarnai konflik dan perpecahan. Pidato tersebut bukan hanya pandangan pribadi, melainkan refleksi atas pengalaman panjang Prabowo dalam politik Indonesia, termasuk persaingan keras yang pernah ia alami saat berhadapan dengan Joko Widodo dalam dua pemilihan presiden sebelumnya.

Demokrasi Indonesia: Berakar Pada Sejarah dan Budaya Bangsa

Prabowo membuka pidatonya dengan menyoroti fondasi demokrasi Indonesia, yang terinspirasi dari nilai-nilai kearifan lokal. "Demokrasi kita harus demokrasi yang khas untuk Indonesia, yang cocok untuk bangsa kita, demokrasi yang berasal dari sejarah dan budaya kita," ucap Prabowo. Poin ini menggambarkan keyakinan Prabowo bahwa demokrasi Indonesia tidak bisa sepenuhnya meniru model dari negara lain. Sebaliknya, ia harus mencerminkan kekayaan tradisi dan adat bangsa yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip Pancasila, terutama sila keempat: "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."

Indonesia memiliki sejarah panjang dalam musyawarah dan mufakat, dari sistem pemerintahan desa hingga mekanisme adat di berbagai daerah. Dalam konteks modern, Prabowo menggarisbawahi bahwa demokrasi kita harus menghindari sikap permusuhan dan polarisasi. "Demokrasi kita harus demokrasi yang santun, demokrasi dimana berbeda pendapat harus tanpa permusuhan," lanjutnya.

Menghindari Polarisasi dan Caci Maki dalam Demokrasi

Pidato Prabowo tak bisa dilepaskan dari pengalaman pribadinya dalam dunia politik yang penuh dinamika. Setelah dua kali bersaing dengan Joko Widodo dalam Pilpres 2014 dan 2019, polarisasi politik di Indonesia semakin tajam, memecah masyarakat ke dalam dua kubu besar. Situasi ini, menurut Prabowo, harus dihindari di masa mendatang.

"Mengoreksi harus tanpa caci maki, bertarung tanpa membenci, bertanding tanpa berbuat curang," tegasnya. Pesan ini seolah mengingatkan bahwa demokrasi bukanlah arena pertarungan yang mengorbankan nilai persatuan. Demokrasi yang diidam-idamkan Prabowo adalah demokrasi yang menolak kekerasan, adu domba, dan hasutan. Inilah yang ia sebut sebagai demokrasi yang sejuk dan damai, yang menjunjung tinggi persatuan dan kekeluargaan.

Tantangan Demokrasi Indonesia: Polarisasi dan Pertarungan Politik

Namun, demokrasi Indonesia saat ini menghadapi sejumlah tantangan besar. Polarisasi politik yang terjadi selama dua dekade terakhir, terutama pasca-Reformasi, semakin tajam setiap kali pemilihan umum diadakan. Data dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa pada Pilpres 2019, sekitar 50% pemilih Indonesia terbelah menjadi dua kubu yang sangat kuat, antara pendukung Prabowo dan Jokowi. Polarisasi ini bahkan menembus batas sosial, ekonomi, dan agama, memperlebar kesenjangan antar masyarakat.

Dalam konteks inilah Prabowo menyampaikan perlunya demokrasi yang "menghindari kemunafikan" dan tetap menjaga etika dalam bersaing. Kritik yang sehat dan konstruktif, menurutnya, harus mengutamakan dialog dan solusi, bukan caci maki. Sebuah survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 2020 menunjukkan bahwa 70% responden menginginkan politik yang lebih sejuk dan damai, tanpa ujaran kebencian.

Mengapa Prabowo Menekankan Demokrasi yang Menyatukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline