Sejak memimpin Indonesia pada 2014, visi besar Joko Widodo (Jokowi) selalu berfokus pada masa depan bangsa yang gemilang. Salah satu impian terbesar yang terus digaungkan oleh Jokowi adalah Indonesia Emas 2045, sebuah visi tentang Indonesia sebagai negara maju, sejahtera, dan mandiri pada peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Dalam pandangan Jokowi, Indonesia Emas bukan sekadar impian kosong, tetapi peluang nyata yang dapat diraih, asalkan momentum pertumbuhan dan pembangunan saat ini dimanfaatkan secara optimal.
Visi Besar dan Tantangan Demografi
Visi Indonesia Emas 2045 didasarkan pada keuntungan demografis yang dimiliki Indonesia saat ini. Dengan jumlah penduduk muda yang besar, Indonesia berada di ambang "bonus demografi," di mana jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak daripada usia tidak produktif. Hal ini, menurut Jokowi, adalah kesempatan besar untuk memajukan bangsa. Namun, ia juga sering memperingatkan bahwa jika momentum ini tidak diambil, Indonesia bisa kehilangan kesempatan sekali seumur hidup dan terjebak dalam jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap), seperti yang terjadi pada banyak negara lain.
Jokowi berkali-kali menekankan bahwa untuk memanfaatkan bonus demografi ini, Indonesia harus melakukan lompatan besar. Dalam berbagai pidatonya, ia menyampaikan bahwa tanpa usaha nyata dan perencanaan strategis, peluang ini akan berlalu begitu saja. "Peluang ini seperti pintu yang hanya terbuka sebentar, dan kalau kita tidak masuk, dia akan tertutup," ujar Jokowi dalam pidato di peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia 2020.
Strategi Konkret untuk Indonesia Emas
Visi besar Jokowi tidak hanya berhenti pada wacana. Ia berusaha mewujudkannya dengan berbagai langkah konkret, terutama di bidang infrastruktur. Dalam 10 tahun kepemimpinannya, Jokowi telah membangun infrastruktur masif yang mencakup jalan tol, bandara, pelabuhan, waduk, dan proyek-proyek transportasi lainnya seperti kereta cepat. Semua ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan pondasi untuk mendukung industrialisasi dan mempercepat akses ke berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu proyek ambisius yang menjadi simbol dari visi Jokowi adalah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), sebuah ibukota baru yang didesain sebagai kota futuristik dan ramah lingkungan. Jokowi percaya bahwa pembangunan IKN tidak hanya akan mendistribusikan pusat ekonomi dan pemerintahan secara lebih merata, tetapi juga akan menjadi ikon Indonesia sebagai negara maju yang modern dan hijau.
Selain infrastruktur fisik, Jokowi juga berfokus pada pembangunan berkelanjutan. Ia mempromosikan kebijakan pembangunan hijau yang ramah lingkungan demi menjaga warisan bagi generasi mendatang. Usaha ini terlihat dalam dorongan Jokowi untuk memperkuat ketahanan pangan melalui lumbung pangan dan program hilirisasi industri. Jokowi memahami bahwa mengolah bahan mentah menjadi barang jadi adalah langkah penting untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri, yang merupakan ciri utama negara maju. Misalnya, hilirisasi nikel menjadi industri baterai listrik telah menjadi bagian dari strategi ini, yang diharapkan akan membawa keuntungan besar di masa depan.
Kritik dan Tantangan
Meski visi besar ini disambut dengan antusias oleh banyak pihak, tidak sedikit yang skeptis dan pesimis. Para pengkritik, termasuk mereka yang mengaku sebagai ahli, sering kali mempertanyakan ambisi Jokowi dan menyoroti utang negara yang meningkat sebagai dampaknya. Salah satu kritik utama adalah tudingan bahwa pembangunan infrastruktur besar-besaran tersebut hanya menambah beban utang tanpa memberikan manfaat langsung.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berulang kali menjelaskan bahwa rasio utang Indonesia masih berada di bawah ambang batas aman. Pada 2023, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada di kisaran 38,6%, yang masih jauh di bawah ambang batas maksimal 60% yang ditetapkan oleh undang-undang. Rasio ini menunjukkan bahwa kondisi fiskal Indonesia masih terjaga dengan baik, dan utang yang ada sebagian besar digunakan untuk investasi produktif, bukan untuk konsumsi.