Belakangan ini, isu yang beredar terkait
merapatnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ke kubu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024 menimbulkan berbagai spekulasi.Walaupun pertemuan resmi antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo belum terlaksana, wacana koalisi ini menarik perhatian berbagai pihak. Beberapa pengamat politik bahkan berpendapat bahwa jika PDI-P benar-benar merapat ke Prabowo-Gibran, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan merasa kecewa, bahkan berang. Namun, benarkah demikian? Apa sebenarnya yang bisa kita simpulkan dari isu ini?
Jokowi: Jawaban Tegas dan Konstitusional
Ketika wartawan bertanya kepada Jokowi mengenai kemungkinan PDI-P bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran, Jokowi memberikan jawaban yang tegas: "Tanya ke Prabowo, karena itu hak prerogatif presiden." Jawaban Jokowi ini sangat jelas dan konstitusional.
Sebagai presiden yang menjunjung tinggi demokrasi, Jokowi mengakui bahwa penentuan koalisi merupakan hak prerogatif presiden terpilih, bukan hal yang harus ia campuri.
Lebih dari itu, ia juga menegaskan bahwa dinamika politik yang terjadi saat ini berada di luar kepentingan pribadinya, terutama menjelang akhir masa jabatannya sebagai presiden.
Jawaban Jokowi ini justru menunjukkan kedewasaan politik dan pemahaman yang mendalam tentang sistem konstitusional Indonesia. Bagi Jokowi, siapa pun yang terpilih dalam Pilpres 2024 berhak membentuk koalisi politik sesuai dengan kebutuhan pemerintahan mereka. Ini adalah sikap yang sangat rasional dan logis, apalagi mengingat Jokowi tidak lagi memiliki ambisi politik setelah masa jabatannya berakhir.
Pengamat Keliru: Memecah Hubungan Jokowi-Prabowo?
Meskipun demikian, beberapa pengamat tampaknya mengabaikan respons Jokowi yang lugas dan konstitusional ini. Mereka lebih fokus pada spekulasi bahwa Jokowi akan marah jika PDI-P bergabung dengan Prabowo-Gibran. Pendekatan seperti ini sebenarnya lebih mencerminkan upaya memecah hubungan antara Jokowi dan Prabowo, dua figur yang selama ini memiliki dinamika politik yang cukup harmonis. Kedekatan mereka terlihat dalam berbagai momen, mulai dari pertemuan-pertemuan strategis hingga sikap saling menghormati dalam kompetisi politik.
Hubungan baik antara Jokowi dan Prabowo sudah dibangun sejak 2019, ketika Prabowo memutuskan untuk bergabung dengan kabinet Jokowi. Mengandaikan bahwa Jokowi akan berang jika PDI-P mendukung Prabowo-Gibran adalah pandangan yang cenderung tidak berdasar. Justru, Jokowi telah membuktikan bahwa ia mampu beradaptasi dengan dinamika politik, tidak mudah terpengaruh oleh manuver partai atau koalisi yang berbeda pandangan.
Mengapa Jokowi Tidak Akan Berang?