Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

Profesional

Usul: Nepotisme Jadi Branding Jokowi

Diperbarui: 19 September 2024   12:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: kompas.com

Bayangkan dunia di mana nepotisme bukanlah suatu cacat moral dalam dunia politik, tapi justru sebuah branding yang diusulkan. Ya, tak perlu kaget. Dalam realita politik kita, ada usulan yang nyeleneh: Nepotisme Jokowi. Mungkin, kalau dijadikan merek dagang, produk ini bisa laris di pasaran. Bagaimana tidak? Bagi banyak orang, sepertinya mudah saja menyimpulkan: anak dan menantu Jokowi ikut politik, berarti ini murni nepotisme!

Namun, sebelum kita masuk lebih jauh, mari kita tanya diri sendiri. Benarkah kesalahan Jokowi ini sangat besar sehingga kita tiba-tiba melupakan segala jasanya? Apakah benar beliau, di balik layar, memutar-mutar roda skenario agar seluruh keluarga tercinta mendapat posisi strategis di negeri ini? Atau, jangan-jangan, ini semua hanya kebencian politik yang terlalu dibesar-besarkan? Siapa tahu, teori konspirasi ini malah lebih konyol daripada skenario sinetron yang sering ditayangkan di televisi.

Teori Konspirasi Nepotisme: Fantasi atau Realita?

Kalau kita baca komentar di media sosial atau diskusi-diskusi warung kopi, setiap kali nama Jokowi disebut, sepertinya langsung ada yang meneriakkan, "Nepotisme! Nepotisme!" Rasanya, kata ini begitu populer, bahkan lebih viral daripada TikTok challenge terbaru. Mungkin ini adalah bagian dari "proyek branding" yang belum pernah dicanangkan secara resmi. Saking seringnya diulang-ulang, orang-orang mulai yakin: "Ini pasti nepotisme Jokowi."

Namun, jika kita melihat lebih jernih, adakah bukti konkret bahwa Jokowi benar-benar merancang jalan politik anak dan menantunya? Sejauh ini, keduanya mengikuti prosedur demokrasi seperti calon-calon lainnya. Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi, bertarung dalam Pilkada Solo, dan Bobby Nasution, menantunya, di Medan. Keduanya menang di medan demokrasi, bukan dengan sihir presiden yang tiba-tiba menjadikan mereka wali kota tanpa pemilu. Lantas, di mana unsur "rancangan besar" Jokowi ini?

Tetapi tidak, teori konspirasi tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kata-kata "pasti ada udang di balik batu" terus digaungkan. Ya, karena di Indonesia, yang namanya teori konspirasi lebih seru daripada kenyataan. Kalau hanya berdasarkan proses demokrasi yang jujur, mana serunya?

Branding Nepotisme: Solusi atau Citra Buruk?

Bayangkan, jika nepotisme ini benar-benar dijadikan branding, mungkin kita bisa mulai membuat iklan: "Jokowi---Keluarga adalah Kunci Sukses!" Lalu, gambar Gibran dan Bobby tersenyum sambil melambai di layar televisi. Tentu saja, kita bisa menambahkan jingle catchy agar melekat di kepala masyarakat.

Namun, mari kita jujur. Apakah kita benar-benar sedang membicarakan nepotisme, atau hanya sebatas kebetulan keluarga Jokowi juga tertarik dengan politik? Anak seorang dokter tidak heran kalau jadi dokter, kan? Anak seorang pengusaha, biasanya juga tertarik jadi pengusaha. Lalu, kenapa tiba-tiba kita merasa anak presiden yang masuk politik adalah dosa besar?

Lebih ironis lagi, mereka yang paling gencar menuduh Jokowi nepotisme, apakah mereka sendiri benar-benar bersih dari praktik ini? Atau, jangan-jangan, mereka hanya iri karena belum bisa melibatkan keluarganya sendiri dalam peta kekuasaan? Ada pepatah lama yang berkata, "Gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak." Mungkin, yang menuduh Jokowi nepotisme adalah mereka yang lebih nepotisme daripada nepotisme itu sendiri.

Kita Lupa Semua Jasanya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline