Di berbagai sudut dunia, terutama di daerah-daerah yang rentan secara ekonomi dan lingkungan, Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) berperan penting dalam menawarkan program-program yang bertujuan untuk membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup mereka.
Salah satu pendekatan yang sering kali diambil adalah dengan memberikan alternatif income atau pendapatan tambahan bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan yang dianggap tidak berkelanjutan, seperti penebangan liar, perambahan hutan, atau pembakaran lahan.
Namun, meskipun program-program tersebut dirancang dengan niat baik dan misi untuk membantu, seringkali pertanyaan besar muncul: Mengapa banyak program alternatif income yang ditawarkan oleh NGO tidak berhasil bertahan dalam jangka panjang? Mengapa program yang dimulai dengan semangat tinggi seringkali hanya bertahan selama proyek berlangsung, namun setelah itu gagal memberikan dampak yang berkelanjutan?
Artikel ini akan mengeksplorasi mengapa hal ini terjadi, apa yang perlu diperbaiki, dan bagaimana inovasi teknologi seperti e-commerce, pembuatan video, dan aplikasi digital bisa digunakan untuk memberikan solusi yang lebih efektif.
Harapan vs. Realita: Kesenjangan yang Menyulitkan
Salah satu tantangan utama yang sering kali dihadapi oleh NGO ketika mencoba menawarkan alternatif income adalah kesenjangan yang sangat besar antara pendapatan dari aktivitas lama yang ingin dihentikan dengan pendapatan dari aktivitas alternatif yang ditawarkan.
Contohnya, seseorang yang terlibat dalam penebangan liar mungkin telah mengandalkan aktivitas tersebut selama bertahun-tahun untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Penghasilan yang mereka dapatkan dari kegiatan ini bisa jadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang ditawarkan oleh kegiatan alternatif seperti berkebun atau membuat kerajinan tangan.
Kesenjangan ini menjadi masalah yang krusial. Ketika seseorang telah terbiasa dengan pendapatan yang besar dan berkelanjutan dari aktivitas yang mereka lakukan, sangat sulit untuk menggantinya dengan sesuatu yang menawarkan pendapatan lebih kecil. Harapan bahwa masyarakat akan beralih sepenuhnya ke alternatif income tanpa mempertimbangkan perbedaan ini sering kali terlalu ambisius. Meskipun secara teori program ini terdengar baik, realitanya, masyarakat akan memilih jalur yang lebih menguntungkan bagi mereka secara finansial.
Sebagai contoh, di banyak wilayah pedalaman, masyarakat yang terlibat dalam perambahan hutan atau pembakaran lahan sering kali melakukannya karena kebutuhan ekonomi mendesak. Mereka membutuhkan uang cepat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan alternatif yang ditawarkan oleh NGO sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut dalam waktu singkat. Akibatnya, setelah proyek selesai, banyak masyarakat yang kembali ke aktivitas lama mereka karena lebih menguntungkan.
Kelemahan Perancangan: Teori vs Praktik
Masalah lain yang sering muncul adalah perancangan program yang hanya didasarkan pada teori tanpa memahami realitas bisnis yang ada di lapangan. Banyak NGO yang mendesain program alternatif income dengan menggunakan kerangka teoritis yang tampak ideal, namun tanpa mempertimbangkan dinamika pasar dan kebutuhan spesifik masyarakat.