Baru - baru ini Madania International School merayakan ulang tahunnya yang ke 23. Sebagai institusi pendidikan, usia ini ibarat masih ABG, anak milenial.
Namun usia muda tidak menjadi alasan untuk tidak bisa menyumbangkan sesuatu yang berarti bagi negeri ini.
Penulis masih ingat ketika pertama kali mengunjungi sekolah ini, untuk mencari sekolah bagi putra penulis. Lingkungannya yang luas, hijau dan asri tentu langsung menarik hati.
Namun bukan itu yang pertama - tama penulis cari. Penulis ingin menemukan institusi pendidikan sebagai ruang yang memungkinkan setiap anak mengembangkan potensinya tanpa kecuali.
Hal yang menarik, untuk dapat menjadi murid di sini bukan murid yang diuji, tapi orang tua lah yang diwawancarai. Pihak sekolah mau agar orang tua yang menjadi partner pendidik mereka harus memiliki pandangan yang sejalan dengan keyakinan pihak sekolah dalam mendidik putra - putri mereka.
Satu hal yang juga sangat menggiurkan, tidak ada PR setiap hari. PR hanya diberikan waktu weekend. Dan itupun tidak banyak. Dalam hal ini bukannya penulis tidak mau repot-repot membantu anak untuk mengerjakan PR, tetapi penulis melihat di banyak sekolah lain, PR yang diberikan terlalu banyak, seperti kerja rodi. Tidak ada waktu bagi anak untuk menikmati saat bermain dan mengembangkan hal lain.
Mengetahui sekolah Madania ini sebenarnya secara kebetulan. Penulis mendapat cerita dari seorang kolega bahwa putrinya sudah keluar dari 3 sekolah karena tidak kerasan. Namun saat putrinya itu uji coba satu hari menikmati suasana pendidikan di sekolah ini, dia tidak mau pulang. Penulis pun langsung tertarik untuk mengetahui lebih dalam.
Semangat Pluralitas dan Inklusifitas Nurcholish Madjid
Yayasan Madania didirikan pada tahun 1995, oleh seorang visioner, yaitu almarhum Prof. Dr. Nurcholish Madjid. Sejak awal, tokoh pluralisme Indonesia ini mau institusi pendidikan yang ia dirikan secara inklusif menggabungkan nilai - nilai Islami dalam Prespektif moderen.
Warna inklusif, ini sungguh kental terpatri dalam kehidupan dan kegiatan pendidikan di sekolah yang sebelumnya dirancang untuk boarding school tingkat SMA ini.
Keberagaman ini sungguh menunjukkan realita Indonesia sebenarnya. Muridnya dari berbagai suku, latar belakang, kultur dan agama.