Tulisan ini adalah revisi dari tulisan saya sebelumnya "Mereka Mau Membunuh Anak Durhaka KPK". Saya merevisi tulisan tersebut karena saat ini isinya masih sangat relevan. Hal itu membuktikan tiga hal: pertama, Korupsi masih menjadi musuh utama bangsa ini; ke dua, KPK masih satu-satunya lembaga yang konsisten memberantas korupsi dan ke tiga, musuh-musuh KPK masih tetap ingin memberangus KPK karena menghalangi pesta-pora mereka menikmati uang hasil korupsi.
Kalau sebelumnya usaha itu dilancarkan dengan: kriminalisasi para pimpinan KPK, revisi UU KPK, memangkas kewenangan KPK dan menutup KPK karena dianggap sebagai lembaga sementara atau ad-hoc maka kali ini, senjata pembunuh itu mereka sebut sebagai Hak Angket.
Kalau dilihat hak angket itu adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Jika ditelaah, sebenarnya hak ini sangat bagus sebagai mekanisme penyeimbang, check and balance dalam suatu pemerintahan yang demokratis antara kekuasaan legislatif dan eksekutif, namun ditangan para musuh KPK hak ini justru berubah menjadi gada pembunuh. Lewat pelaksanaan hak ini jika dalam penyelidikan DPR ada pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh KPK maka lembaga anti korupsi bisa dibubarkan atau sekurang-kurangnya dipangkas wewenang yang sangat diperlukan KPK seperti hak Penyadapan dan tangkap tangan.
Sebenarnya motivasi mereka untuk melancarkan hak ini tidak perlu ditanyakan karena sudah jelas hak ini diajukan ketika beberapa oknum anggota DPR diduga terlibat dalam kasus korupsi yang sedang diselidiki oleh KPK. Sehingga rekomendasi yang akan mereka berikan juga sudah bisa diramalkan karena sejak awal motivasi Hak Angket ini memang tidak obyektif dan sarat akan kepentingan pribadi.
Kalau dilihat, orangnyapun memang 4L: "loe lagi, loe lagi", yang secara periodik tetap menyuarakan hal yang sama. Latar belakang orang tersebutpun sebenarnya bisa dilihat, yakni berasal dari partai politik yang paling sering terlibat kasus korupsi. Mereka juga, jika ditelusuri jejaknya, tidak pernah membuat pernyataan yang mendukung KPK dan tidak ada track record dalam memberantas korupsi.
Untuk menilai sejauh mana lontaran pikiran dan pendapat mereka, mari kita lihat satu persatu lontaran kata dan opini mereka berikut ini:
"Revisi bukan untuk melemahkan tapi memperkuat kinerja KPK...". Jelas di sini terjadi pembohongan publik karena dilihat dari poin-poin apa yang hendak mereka ubah jelas tujuannya adalah melemahkan, atau sekurang-kurangnya membatasi wewenang KPK seperti: membatasi wewenang penyadapan, memaknai "kolektif kolegial" harus semua pimpinan menandatangani, membentuk "pengawas KPK", menghapus larangan bahwa KPK tidak boleh menerbitkan SP3 atau penghentian penyidikan.
Mereka justru tidak menyentuh hal krusial yang sudah terbukti telah mengganggu KPK dengan peluang dikriminalisasi, penarikan penyidik dari institusi tertentu yang sewenang-wenang, memperkuat kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik independen, memperkuat independensi KPK supaya tidak mudah diintervensi secara politik.
"KPK harus dibatasi kewenangannya supaya tidak menjadi lembaga super body dan kekuasaan tidak terbatas....". Ini justru melawan maksud utama mengapa KPK dibentuk. KPK memang disiapkan untuk menjadi lembaga yang super body dalam arti positif, karena tugas yang dibebankan ke mereka amat sangat berat sehingga mereka sengaja dipersenjatai dengan kewenangan khusus termasuk supervisi pada lembaga hukum lain dalam menangani kasus korupsi yang adalah termasuk kejahatan luar biasa....
Jika segala kewenangan khusus ini dicabut justru KPK akan menjadi singa ompong atau harimau kertas. Selama ini justru terbukti segala kewenangan khusus inilah yang menjadikan KPK berwibawa dan mampu menangani tugas-tugas berat pemberantasan korupsi....