Negara ini memang tidak pernah sunyi dari persoalan. Belum selesai satu masalah maka muncul masalah lain. Tapi sebenarnya, masalah-masalah tersebut bukanlah masalah baru, karena sudah sering terjadi di masa lampau, selalu muncul secara sporadis atau bahkan berkala teruang kembali. Ini memang indikator bahwa negara ini masih perlu banyak diperbaiki, masih banyak mafia yang bergentayangan.
Salah satu satu hal yang selalu terulang adalah masalah harga beras. Makanan pokok ini memang sangat dibutuhkan. Oleh karenanya hal ini sudah sejak lama dililit persoalan yang melibatkan aneka mafia dari berbagai kalangan. Walau JK menyangkal, namun sangkalan itu justru membuat banyak orang berkerut kening, karena hal itu sudah jadi rahasia umum. Kalau tidak ada mafia, mengapa pemerintah selalu tidak bisa berkutik untuk menyelesaikan masalah ini?
Kebijakan mengenai harga dan pengelolaan beraspun seringkali menjadi kontroversi. Tadi kebetulan saya mendengar wawancara di radio dari seorang wakil rakyat. Ketika ditanya mengenai harga beras beliau mengatakan, sebenarnya harga beras yang naik sekarang ini tidak menjadi masalah, karena petani ikut merasakan kenaikan harga gabah tersebut. Kalau ini benar, saya angkat topi dengan pernyataan itu karena kenyaataan yang selalu terjadi adalah, kenaikan harga beras hanya dinikmati para pengumpul, cukong dan mafia beras, bukannya petani yang telah bermandi keringat untuk menghasilkan sebulir gabah.
Keanehan yang selalu saya rasakan dengan kebijakan pemerintah selama ini terhadap harga beras adalah senantiasa menempatkan petani sebagai pihak yang harus dikorbankan. Mengapa? Menekan harga beras menyebabkan petani gabah sengsara karena mereka harus menjual gabah mereka dengan harga murah. Kebijakan impor beraspun nampaknya berdampak yang sama.
Kenaikan harga beraspun tidak secara otomatis menguntungkan petani karena mereka tidak menikmati hasil kenaikan harga tersebut akibat permainan para cukong dan pengumpul. Kalau sudah demikian maka cita-cita agar petani sejahtera adalah isapan jempol belaka. Karena petani selalu jadi pihak yang dirugikan bahkan boleh dikatakan, para petanilah yang memberi subsidi kepada pemerintah karena terpaksa menjual gabah murah.
Untuk komoditi yang satu ini, peran pemerintah haruslah lebih didorong. Bukan saja menjaga agar harga beras tetap terjangkau, tetapi juga mengusahakan agar para petani gabah tidak harus selalu menelan pil pahit setiap panen raya karena harga gabah mereka justru jatuh.
Pernah saya mendengar penjelasan salah seorang pejabat Bulog yang berkilah bahwa pemerintah harus membeli lebih banyak beras dari luar negeri karena mutu gabah petani tidak memenuhi standard. Ini adalah alasan absurd dan akal-akalan karena kita tahu sendiri bahwa beras subsidi yang dikeluarkan pemerintah justru beras yang bermutu rendah, yang katanya adalah hasil impor.
Apakah ada mafia beras? Pasti ada. Tapi sulit dibuktikan. Ya, itulah yang namanya mafia, sulit dibuktikan tapi setiap saat bisa dirasakan karena mereka telah memiliki kaki tangan di semua institusi penting dan begitu pintar memberi alasan untuk mengeluarkan kebijakan yang pasti menguntungkan mereka.
Kita sangat harapkan masalah ini tidak selalu terulang. Mafia itu harus diberantas. Karena kalau tidak maka persoalan ini akan selalu terulang....... MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H