Lihat ke Halaman Asli

M Aris Pujiyanto

Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

La Nina dan Pertanian: Bagaimana Petani Indonesia Beradaptasi?

Diperbarui: 2 Juli 2024   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI tantangan petani beradaptasi dengan Fenomena La Nina | by jcomp on FREEPIK

Fenomena La Nina, yang ditandai dengan suhu permukaan laut yang lebih dingin dari rata-rata di bagian tengah dan timur Samudra Pasifik ekuatorial, memiliki dampak signifikan terhadap pola cuaca di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

La Nina membawa peningkatan curah hujan yang dapat menyebabkan banjir dan kondisi cuaca ekstrem lainnya. Dalam konteks pertanian, fenomena ini memunculkan tantangan besar bagi petani Indonesia yang sangat bergantung pada kestabilan iklim untuk menjaga produktivitas mereka.

La Nina biasanya menyebabkan curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya di wilayah Indonesia, yang dapat menguntungkan bagi beberapa tanaman namun juga membawa risiko banjir dan tanah longsor. 

ILUSTRASI cuaca ekstrem dan curah hujan yang tinggi | Shutterstock via Kompas.com

Sebagai contoh, pada tahun 2020, Indonesia mengalami peningkatan curah hujan sebesar 30% dibandingkan tahun-tahun normal akibat La Nina, menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 

Tanaman seperti padi, yang membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya, dapat mengalami peningkatan produksi. Sebagai contoh, di beberapa daerah seperti Subang dan Indramayu, peningkatan curah hujan pada periode La Nina membantu meningkatkan produksi padi hingga 15%, karena sawah-sawah di daerah tersebut mendapat pasokan air yang mencukupi tanpa perlu irigasi tambahan. Namun, tanaman lain seperti jagung dan kedelai bisa menderita akibat genangan air yang berlebihan. 

Di daerah seperti Lampung dan Jawa Timur, curah hujan yang berlebihan menyebabkan kerusakan pada tanaman jagung dan kedelai, mengakibatkan penurunan produksi hingga 20%.

Selain itu, peningkatan kelembaban dan curah hujan dapat memicu penyebaran penyakit tanaman dan hama yang lebih cepat. Misalnya, di daerah Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan, petani menghadapi peningkatan serangan hama dan penyakit pada tanaman kakao dan kopi selama periode La Nina. Kondisi tanah yang terlalu basah juga dapat menghambat proses penyerapan nutrisi oleh tanaman, menyebabkan pertumbuhan yang terhambat dan penurunan kualitas hasil panen. 

Pada tahun 2021, laporan dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa kejadian penyakit busuk akar pada tanaman hortikultura seperti cabai dan tomat meningkat sebesar 25% di wilayah Jawa Barat akibat tanah yang terlalu basah. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen, yang berdampak pada harga jual dan pendapatan petani. 

Dengan demikian, meskipun La Nia dapat memberikan manfaat dalam bentuk peningkatan produksi padi, tantangan yang dihadapi oleh petani tanaman lain dan risiko yang ditimbulkan oleh kondisi cuaca ekstrem memerlukan perhatian dan strategi adaptasi yang serius.

Dukungan dari pemerintah dan lembaga terkait sangat krusial dalam membantu petani menghadapi dampak La Nina. Mengingat dampak luas dari fenomena ini terhadap sektor pertanian, berbagai langkah strategis dan koordinasi yang baik antara berbagai pihak diperlukan untuk meminimalisir kerugian dan meningkatkan ketahanan sektor pertanian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline