Lihat ke Halaman Asli

Hanya Waktu Yang Bisa Bicara

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_72180" align="alignleft" width="275" caption="Illustrasi: Google"][/caption] Siapa yang bisa tahu kapan bunga mawar akan segera merekah? Siapa juga yang bisa tahu kapan matahari akan tenggelam? Siapa lagi kalau bukan waktu? Hanya waktu yang bisa bicara. Kerinduan sudah terasa sangat menyesakkan dada. Membuat nafas menjadi terasa sangat berat. Tidak ada lagi waktu untuk bisa berpikir. Yang tinggal hanyalah rindu. Rindu. Iya, hanya rindu yang mendera setiap saat. Sepasang kekasih yang memiliki cinta teramat dalam sedang merasakan kerinduan yang teramat sangat. Kata pun sudah sampai habis. Tidak ada lagi yang bisa diucapkan. Hanya rindu. Rindu selalu. Hanya itu. Pertanyaan yang selalu ada di dalam benak hanyalah satu. Kapankah pertemuan itu akan tiba? Kapan? Kapan? Kapaaannnnn?!!! "Kapan sayang?" "Segera sayang." "Segera?" "Iya, sesegera mungkin?" "Kapankah itu?" "Segera." "Selalu segera." "Lalu apa?" "Jumat depan?" "Saya tidak bisa janji." "Kenapa?" "Saya tidak bisa." "Kamu tidak mau?" "Saya hanya tidak bisa berjanji." "Apa kamu mencintai saya?" "Sangat teramat cinta." "Lalu? Kenapa ragu?" "Saya tidak ragu. Hanya ada yang lain yang harus saya kerjakan." "Apakah itu lebih penting dari saya?" "Bukan lebih penting, tetapi karena ini sebuah kewajiban." "Dan itu jauh lebih berharga dari cinta kita?" "Apakah itu yang kamu rasakan?" Siapa, sih, yang tidak mau bertemu dengan kekasih? Siapa yang tidak ingin melepas rindu dengan orang yang paling dicintai? Siapa yang mau?!!! Yang ada juga maunya bertemu selalu. Kalau bisa malah setiap saat dan setiap waktu. Kalau memang tidak mau, ya, berarti memang tidak cinta. Selalu saja ada alasan untuk tidak bertemu. Namun terkadang waktu memang belum bisa bertemu. Ada saja sebabnya. Entah kenapa juga harus begitu. Apa karena memang sudah harusnya begitu atau memang karena tidak mau memilih? Pilihan untuk bertemu memang selalu ada, kan? Pilihan selalu ada namun untuk memilihnya itu terkadang seringkali membingungkan. Ada banyak sekali hal-hal yang harus dipertimbangkan masak-masak. Terutama bila ini sudah menyangkut soal mimpi dan masa depan bersama. Begitu juga bila memang karena ada banyak faktor lain yang juga harus dipikirkan. Sebagai makhluk sosial yang berhubungan dengan banyak orang, tentu saja ini sulit untuk dihindari. Terkadang apa maunya kita belum tentu sama dengan maunya dia dan mereka. Setiap orang juga memiliki pertimbangan dan kepentingan masing-masing. Mungkin situasinya berbeda bila masih muda dan remaja. Tidak terlalu banyak yang harus dipertimbangkan. Mau ketemu, ya, ketemu saja. Tidak terlalu memikirkan resiko dan konsekuensi akibat terlalu memaksakan diri. Cinta memang bisa mengalahkan segalanya, tetapi benarkah itu cinta? Seringkali juga kita salah. Sayang bisa jadi, namun cinta sejati ini yang sangat sulit. Harus diakui, kita memang lebih sering tidak mendengarkan suara hati. Tidak bisa membedakan mana cinta mana pula nafsu. Bila waktu sudah berjalan, baru terasa. Sebegitu rumitnyakah jalan untuk bertemu itu? Apa sampai harus keluar kata-kata: "Percayalah sayang, meski kita tidak pernah berjumpa, cinta saya padamu tidak akan pernah padam. Saya yakin kita pasti berjumpa. Kalaupun tidak disini, nanti di alam abadi kita pasti sebagai sepasang kekasih Kita akan menyatu sayang. Saya  yakin."??? Dan lalu kemudian saling mempertanyakan cinta yang ada?! Keraguan itu pun muncul. Bila memang begitu adanya, saya pun akan menjawabnya, "Saya memang seorang perempuan yang tidak memiliki arti apa-apa biarpun kamu selalu mengatakan betapa berharganya diri saya ini.  Bahkan bila saya pun tahu kamu sangat mencintai saya. Namun, apakah kamu tahu apa yang terjadi sesungguhnya? Apa perlu saya menceritakan semuanya? Apakah kamu mau mengerti? Ya, sudahlah. Itu tidak menjadi masalah untuk saya. Saya hanya ingin kamu selalu tersenyum dan bahagia. Biarlah semua pahit itu saya telan sendiri. Kamu tidak perlu ikut tahu dan apalagi sampai harus merasakannya. Biarlah saya juga sendiri yang merasakan dan menikmati cinta saya, biarpun kamu tetap meragukannya. Hati orang bahkan yang tercinta sekalipun kita tidak pernah tahu. Toh, hanya diri kita sendiri yang bisa menjawabnya. Terimalah saya apa adanya dengan setulus-tulusnya bila memang kamu cinta. Saya memang begini adanya. Semoga kamu selalu bahagia. Hanya itu yang saya bisa selalu doakan untukmu. Saya cinta kamu. Sangat cinta. Amat sangat cinta." Pertemuan itu?! Jangan bertanya lagi. Hanya waktu yang bisa bicara. Mungkin bila keraguan dan segala pertanyaan itu sudah hilang. Biarpun cinta itu memang cinta sejati yang sesungguhnya. Semoga cinta itu selalu tetap ada selamanya. Salam Kompasiana, Mariska Lubis




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline