[caption id="attachment_130923" align="alignleft" width="300" caption="Illustrasi: www.watoday.com.au/national/mard...ru3.html"][/caption]
Siapa yang berani bilang begitu?! Memangnya mereka itu apa?! Mana ada manusia yang bisa menyebut mereka bukan manusia?! Benar sudah menjadi manusia?! Siapa yang lebih manusia?!
Mendengar kabar dari seorang teman bahwa pada hari Jumat kemarin, seminar waria yang diadakan di Depok dibubarkan paksa oleh sekelompok massa dari organisasi tertentu dengan alasan yang tidak jelas. Haramlah. Kotorlah. Menistakan agamalah. Saya benar-benar marah dan sangat kecewa sekali. Apa sudah tahu maksud dan tujuan diadakannya seminar itu?! Darimana tahunya itu haram?! Darimana tahunya itu kotor?! Darimana tahunya itu menistakan agama?!
Waria memang “berbeda”. Mereka adalah perempuan dan juga pria. Namun bukan berarti karena mereka “berbeda” lalu mereka juga diperlakukan tidak seperti manusia. Apakah memang mereka bukan manusia?! Lantas apa dan siapa mereka?! Mereka juga adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Segala yang terbaik diberikan oleh-Nya kepada kita semua dengan alasannya masing-masing. Apa alasannya, menurut saya, itu adalah rahasia Tuhan. Kita tidak bisa kemudian memberikan justifikasi seenaknya saja.
Bila memang kemudian mereka dianggap “menyimpang” atau “salah”, apa bisa dikatakan benar kalau mereka harus dihapuskan dan dilenyapkan?! Berani melakukannya?! Apa ada ajaran agama yang membenarkannya?! Buktikan bila memang ada agama yang boleh dan membenarkan untuk melenyapkan atau menghilangkan nyawa orang lain?! Beritahukan saya bila memang ada agama yang memang memperkenanakan umatnya untuk melakukan tindak kekerasan terhadap yang lain!!! Saya memang tidak paham banyak untuk urusan agama, tetapi saya yakin bahwa tidak mungkin ada agama yang demikian.
Harus dipahami bersama, dan juga bukan sebuah pembenaran melainkan fakta dan kenyataan, bahwa waria memang memiliki perbedaaan pada kondisi fisiknya. Hormon progresteron dan estrogen mereka lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan pria pada umumnya. Seperti kita ketahui bahwa hormon-hormon itulah yang ada dan besar jumlahnya pada perempuan, dan salah satu hal juga yang membedakan pria dan perempuan. Sementara itu, hormon testosterone yang terdapat pada pria dan juga salah satu hal yang membedakan pria dan perempuan, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan pria umumnya. Jika demikian, siapa yang harus disalahkan?! Yang menciptakannyakah?! Yakin?!
Nah, saya juga mempertanyakan bagaimana dengan mereka yang memang menyukai waria? Saya sudah pernah membahasnya di artikel saya yang berjudul “Sisi Di Balik Pengemar Waria”. Bagaimana dengan mereka?! Kok, sepertinya semua tenang-tenang saja dalam menyikapi mereka?! Apa mereka benar?! Apa mereka boleh bersikap seperti itu?! Apakah ini dibenarkan?!
Memang tidak semua waria seperti itu, yang terbanyak adalah karena faktor psikologis. Hal ini sangat tergantung pada perkembangan jiwa pada saat masih anak-anak dan saat pertumbuhan. Seringkali yang menyebabkan semua ini terjadi adalah karena pola didik dan asuh yang salah, faktor lingkungan, juga karena trauma-trauma yang dialami. Trauma ini bisa karena tindak kekerasan baik fisik maupun psikologis, yang berarti juga bisa karena telah terjadi pelecehan seksual. Sayangnya, semua ini sering tidak mau dipahami. Tidakkah ada rasa sedikit pun di dalam hati untuk mau mengasihi mereka yang sebenarnya adalah korban ini?!
Orang tua masih banyak yang tidak mau mengerti ataupun juga mengakui bahwa bila ada anak mereka yang waria, mereka tidak mau menerimanya. Padahal, bisa saja mereka menjadi seperti itu karena kesalahan dari orang tuanya sendiri. Atau mungkin karena tahu mereka salah, lalu tidak mau mengakui, sehingga mengambil sikap difensif dan preventif?!
Tidak juga bisa dipungkiri bahwa banyak yang menjadi waria dengan alasan lain. Bisa karena ingin tenar atau ngetop, karena sedang trend dan ikut-ikutan, atau juga karena untuk mencari nafkah serta mencari sensasi tersendiri. Nah, inilah yang kemudian sering membuat kita jadi mengeneralisir bahwa semua waria adalah sama. Apalagi bila sikap dan perilaku waria sendiri yang “tidak genah” dan “tidak senonoh” diumbar, terutama dalam hal yang berhubungan dengan seksualitas dan sensasional. Terkadang dan bahkan seringkali memang suka berlebihan juga. Tidak sedikit waria yang melakukan pelecehan seksual. Makanya di dalam lingkungan waria sendiri, ada “kelas-kelas” yang membedakannya. Mana yang memang waria “asli”, “asli tapi palsu”, atau yang “jadi-jadian”. Saya juga pernah mengupasnya di tulisan saya yang berjudul “Guanteeeeng Buanget, Sih!!! Mana Tahaaaan!!!”.
Yang juga saya herankan adalah pihak media terutama televisi. Waria seringkali dijadikan “bahan” lelucon dan menjadi sarana untuk memikat pemirsa. Pelecehan lewat tingkah laku, pakaian, dan juga kata-kata sepertinya justru menyenangkan, ya?! Kalau saya waria beneran, saya akan tersinggung. Ini sangat merendahkan harkat dan martabat saya sebagai manusia. Kok, mau diperlakukan seperti itu?! Dan karena saya bukan waria, saya merasa sedih. Kok, bisa-bisanya, manusia yang merasa manusia, menertawakan penderitaan orang lain?! Sama sekali tidak lucu!!!
Bila memang kemudian ingin agar semuanya bisa menjadi lebih baik, hanya lewat pendidikanlah satu-satunya jalan. Seperti yang sering dilakukan lewat seminar-seminar untuk waria. Di dalam seminar itu, biasanya dibahas soal bagaimana perilaku seks yang baik, juga pendidikan serta ketrampilan yang bermanfaat. Ini juga untuk mengurangi jumlah Pekerja Seks Komersial Waria. Apakah ini juga salah?! Apa hanya lewat jalur kekerasan mereka bisa dibantu?!
Saya juga sangat menyarankan kepada para waria untuk mau mencoba menjaga sikap agar tidak diperlakukan seperti ini lagi. Teruslah belajar untuk menjadi lebih baik. Sudah banyak contohnya, seperti yang saya ceritakan di dalam tulisan saya yang berjudul “Transeksual Ala Bissu”. Bila memang merasa memerlukan bantuan, cobalah untuk konsultasi ke yayasan ataupun organisasi yang mau membantu, ya!!!
Menurut saya, bagaimana bila semua pihak, bukan hanya salah satu, untuk mau mengintrospeksi diri.Mencoba belajar bagaimana bersikap dengan baik dan benar. Berpikirlah dengan benar. Bertindak dan berperilakulah yang benar. Jadilah manusia yang seutuhnya. Ini semua demi kebaikan kita bersama dan demi masa depan kita semua.
Semoga bermanfaat!!!
Salam Kompasiana,
Mariska Lubis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H