Lihat ke Halaman Asli

Bahasa Menunjukkan Bangsa

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Masih ingat?! Illustrasi: blog.its.ac.id/ Saya tertarik dengan tulisan yang dibuat oleh Mas Bambang Pribadi, “Bahasa Menunjukkan Bangsa #1 yang kemudian dilanjutkan oleh Pak Katedra, “Bahasa Menunjukkan Bangsa #2”, Gibb "Bahasa Menunjukkan Bangsa #3",Erlinda“Bahasa Menunjukkan Bangsa #10 , Andee Meridian "Bahasa Menunjukkan Bangsa #11",  Iis "Salwa Az-zahra" "Bahasa Menunjukkan Bangsa #17 , Cechgentong "Bahasa Menunjukkan Bangsa #13" dan "Bahasa Menunjukkan Bangsa#22", Budi Van Boil "Bahasa Menunjukkan Bangsa #18". Alasannya?! Ini menunjukkan bahwa memang keresahan terhadap bahasa memang dirasakan oleh banyak sekali di antara kita. Terutama mungkin bagi yang mencintai bahasa Indonesia dan ingin Bahasa Indonesia kembali digunakan dengan baik dan benar.

Saya sangat prihatin sekali dengan bahasa Indonesia sekarang ini, di mana arti dan makna bahasa sudah banyak yang berubah dan tidak lagi pada tempatnya. Ditambah lagi terlalu seringnya perubahan dan penambahan bahasa baru dengan alasan apapun juga yang bukan memperkaya tetapi merusak bahasa itu sendiri. Apalagi kemudian ada banyak yang sengaja tidak sengaja, disadari tidak disadari telah menghancurkan bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa-bahasa yang seenaknya saja. Meskipun mungkin nyaman dan biasa saja, tetapi inilah salah satu penyebab dari kehancuran bangsa kita sendiri.

Mempelajari bahasa asing dan berbagai bahasa lainnya sangat baik, karena semakin banyak perbendaharaan kata yang kita miliki, maka semakin kaya juga pengetahuan kita. Bahkan orang yang memiliki banyak perbendaharaan kata dianggap orang yang memiliki IQ tinggi. Tidak banyak orang yang mampu menyerap dan menggunakan banyak perbendaharaan kata. Kalau menurut saya, sih, karena malas belajar dan tidak mau berusaha saja. Semua juga pasti bisa bila mau berusaha keras.

Hingga kemudian menggunakan bahasa asing dianggap lebih keren dan lebih hebat. Kesannya sangat berkelas dan pintar. Anehnya, semua ini dijadikan sebuah patokan yang sepertinya mutlak. Saya sampai sekarang tidak bisa mengerti mengapa seorang Presiden, yang seharusnya simbol sebuah negara, malah sepertinya lebih senang dan bangga menggunakan bahasa asing. Apa maksudnya saya tidak paham dan saya tidak mau menuding. Saya hanya menyangkan saja, karena ini menunjukkan sekali ketidakpercayadirian bangsa ini terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Meskipun bahasa Inggris adalah bahasa international, tetapi untuk hal-hal tertentu, terutama dalam dunia politik dan kenegaraan, seharusnya dijadikan sebuah kebanggaan.

Kacaunya lagi, hampir semua pemimpin di negeri ini berikut para idola yang dibanggakan dan dielu-elukan, juga melakukan hal yang sama. Saya tidak mengerti kenapa sedemikian teganya melakukan ini semua kepada bangsa dan negara sendiri. Apa karena tidak tahu?! Kalau tidak tahu dan tidak mengerti, berarti ada yang salah atau kurang, dong?! Kenapa bisa sampai terus dibanggakan dan dielu-elukan?! Ditiru pula!!! Terus, selalu saja ada pembenaran atas semua sikap dan tingkah laku seperti itu. Membuat masyarakat semakin labil dan tidak memiliki pegangan.

Jelas sekali bagi saya, bahwa kondisi seperti ini menunjukkan keadaan sosial yang sangat tidak sehat. Bila masyarakat di dalam sebuah negara tidak lagi memiliki patokan atu pegangan yang menjadi tolak ukur atas sebuah perbuatan, berarti ada yang tidak beres di negara tersebut. Sudah jelas kita memiliki tata bahasa yang baik dan benar, tidak dihargai, dihormati, dan tidak digunakan. Tidak juga diperkenalkan dan tidak juga mau dipelajari. Pada akhirnya masing-masing memiliki patokan dan ukuran sendiri-sendiri sehingga kemudian menambah kacau lagi semuanya. Bukankah ini menunjukkan sekali bagaimana ego sangat mendominasi?!Yang penting enak buat saya, kan, gitu?! Malas, ya, ribet dan susah?! Kalau begitu, nggak usah teriak dan kritik soal keadaan bangsa dan negara, ya!!!Cari yang paling enak saja buat sendiri!!!

Tidak perlulah kita membedah kata, karena nanti pusing lagi. Maklum, setiap kata itu tidak terbentuk dengan sendirinya. Masing-masing kata memiliki pembentukannya masing-masing yang sangat filosofis dan sarat dengan arti dan makna. Jika harus kemudian dibedah satu persatu, nanti malah membuat semuanya semakin malas untuk belajar. Memang ada yang benar-benar suka dan memperhatikan pelajaran bahasa Indonesia waktu sekolah?! Ada tapi barangkali bisa dihitung jari. Iya, kan?!

Contoh yang paling mudah dilihat adalah lewat tulisan. Untuk membedakan di dan ke yang mana yang disambung dan dipisah saja masih banyak yang belum paham dan mengerti. Yang paling banyak lagi tidak bisa membedakan kapan “ku” (aku) dan “mu” (kamu) harus disambung dan dipisah. Berarti masih banyak yang belum bisa membedakan mana kata benda, kata sifat, dan kata kerja serta membedakan mana yang subjek, objek, dan kata keterangan tempat serta waktu. Belum lagi kalau kemudian ditambahkan imbuhan dan kata majemuk. Semakin banyak yang pusing dan tidak mengerti. Ditambah lagi dengan penggunaan tanda baca dan bahasa asing atau bahasa daerah. Wah, tambah berantakan lagi!!!

Saya paling sedih bila melihat tulisan yang tidak bisa membedakan mana bahasa tulisan, bahasa SMS, bahasa Chat, dan bahasa pergaulan sehari-hari.Bahasa allay dan entah bahasa yang tidak jelas itu pun digunakan untuk menulis. Duh!!! Bikini pusing dan sakit kepala!!!

Bila memang alasannya adalah sebagai ciri khas, sebaiknya dipahami dulu bahwa untuk membuat sebuah tulisan, ciri khas adalah nomor sekian. Itu bisa dengan sendirinya tampak bila tulisan yang dibuat memiliki karakter yang mencerminkan penulisnya. Tidak perlu harus aneh-aneh pun pembaca sudah tahu siapa yang menulisnya. Oleh karena itu, cobalah untuk belajar menulis dulu dengan baik dan benar hingga karakter itu muncul. Baru kemudian bila ingin memiliki ciri khas, bisa dipikirkan selanjutnya.

Mungkin banyak yang kemudian mempertanyakan apa saya sudah menggunakan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mungkin iya mungkin tidak karena saya sendiri masih sering bingung dengan perubahan bahasa yang ada. Hampir tiga bulan sekali bahasa berubah. Bila saya mengikuti aturan yang baru, bisa jadi saya salah, tetapi saya berusaha keras untuk menggunakan aturan Ejaan Yang Disempurnakan meskipun saya akui masih belum bisa saya terapkan sepenuhnya. Lalu bagaimana dengan tanda tanya dan seru juga tanda seru tiga kali alias tiga pentungan yang sering saya gunakan?! Silahkan membaca aturannya di buku Gorrys Keraff dan Marahimin, ya!!! Di sana akan ditemukan jawabannya. Itu adalah ciri khas tulisan saya agar di manapun saya menulis, dengan jenis tulisan apapun, dengan nama alias siapapun, semua pembaca tulisan saya bisa tahu bahwa itu adalah tulisan saya.

Kembali kepada bahasa menunjukkan bangsa, sudah terlalu banyak masalah yang harus kita hadapi sekarang ini akibat kata yang tidak lagi memiliki arti dan makna yang sesungguhnya. Seks sebagai salah satu contohnya. Meskipun di dalam kamus tertera bahwa seks berarti jenis kelamin, tetapi bila dipelajari lebih mendalam lagi, apa betul hanya sebatas jenis kelamin saja?! Sudah jelas sekali akibat dari pemahaman yang salah tentang kata seks, membuat kita semua memfokuskan seks pada jenis kelamin saja, sehingga jangan heran bila seks itu kemudian menjadi porno dan selanjutnya menjadi tabu untuk dipelajari dan diketahui. Ini masalah cara pandang dan pola pikir, kan?!

Kita ambil contoh lainnya, ya! Kata moral, etika, dan demokrasi serta bebas. Apa yakin sudah benar-benar paham arti semua kata tersebut?! Bila memang sudah benar-benar paham, seharusnya tidak ada lagi yang merasa paling bermoral atau lebih bermoral dan menganggap yang lain tidak bermoral. Tidak juga melanggar aturan dan peraturan karena sudah beretika. Tidak juga seenaknya membuat peraturan sendiri karena sudah tahu tentang batasan dari demokrasi. Tidak juga semau-maunya karena bebas itu sendiri memiliki keterbatasan dan batas. Apa ada yang demikian?! Semoga saja ada banyak!!!

Bila kita semua mau menjadikan bangsa dan negara kita ini lebih baik, cobalah untuk mencintai bahasa kita sendiri. Pelajarilah, pahami, dan gunakanlah dengan baik dan benar agar setiap kata menjadi benar-benar memiliki arti dan makna. Perubahan tidak harus dimulai dari yang besar bila yang kecil pun tidak juga mau dilakukan. Ubah saja dulu pola pikir dan cara pandang kita lewat kata. China, Jepang, dan Korea sudah membuktikan keberhasilan mereka dengan menjaga agar kata tetap memiliki arti dan makna. Tidak percaya?! Baca sejarah bagaimana Mao mengembalikan nasionalisme dan menjaga nasionalisme bangsa dan negaranya. Cari tahu juga bagaimana beliau mengubah pola pikir dan cara pandang bangsa dan negaranya untuk menjadi lebih baik. Revolusi budaya?! Ya. Apa yang pertama kali dia lakukan?! Kata dan bahasa!!!

Ayolah!!! Jangan malas!!! Belajar dan belajarlah terus!!! Jika memang memiliki hati dan cinta, janganlah melakukan lagi semua kerusakan dan pengrusakan ini. Tidakkan ada sedikit pun rasa ataupun keinginan untuk menjadikan kita semua lebih baik?! Tidakkah ingin melihat anak-anak kita dan generasi mendatang memiliki kehidupan yang lebih baik?! Mari kita renungkan bersama!!! Ingatlah selalu, bahasa menunjukkan bangsa!!!

Semoga bermanfaat!!!

Salam Kompasiana,

Mariska Lubis

Catatan: Berpartisipasilah pada kegiatan yang diprakarsai oleh Mas Bambang Pribadi di dalam pembuatan buku tentang bahasa yang rencananya akan diluncurkan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda mendatang. Keterangan lebih lanjut baca di "Bahasa Menunjukkan Bangsa #1".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline