Lihat ke Halaman Asli

"Makan, Tuh, Cinta!!!"

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_69417" align="alignleft" width="298" caption="Illustrasi: Google"][/caption] Sering banget, nggak, dengar yang bicara seperti itu? Sedih nggak, sih?! Kok, saya selalu miris, ya, setiap kali ada yang berucap seperti itu?! Kasihan sekali juga. Masa, sih, sampai sebegitu apatisnya dengan cinta?! Belum memiliki cinta barangkali, ya?! Seorang perempuan dan pria sedang jatuh cinta menemui saya beberapa waktu yang lalu. Mereka sedang sangat merasa sedih karena cinta mereka sepertinya selalu terus-menerus mendapatkan ujian. Dari orang tua, dari teman, dan juga para sahabat. Tidak ada satu pun, menurut mereka, yang mau mengerti cinta mereka itu. Persoalannya bukan di masalah uang, tetapi karena perempuan itu memiliki kekurangan fisik dilihat dari kaca mata kedokteran. Ada masalah di tulang ekornya sehingga perempuan ini tidak bisa berjalan. Harus selalu duduk di kursi roda. Dia pun sudah divonis tidak mungkin boleh memiliki anak. Sementara sang pria adalah putra tunggal dari empat bersaudara. Anak paling bungsu pula. Dari keluarga yang sangat patromonial. Kisah cinta mereka berawal dari pertemuan di sebuah perpustakaan di bilangan Tanah Abang, Jakarta. Waktu itu mereka berdua sedang sama-sama mencari bahan untuk skripsi akhir. Perempuan itu sudah begitu keadaannya. Namun pria itu tetap saja tidak peduli. Baginya, perempuan itu sungguh sangat sempurna. Awalnya juga, perempuan itu tidak begitu yakin akan cinta pria itu. Kesungguhan hati sang pria membuatnya menjadi benar-benar yakin. Memang sesungguhnya mereka sangat saling mencintai. Mereka tidak mau cinta mereka hilang hanya karena kekurangan. Cinta mereka sudah sangat berlebih. Mengisi kekosongan dan kekurangan mereka selama ini. Sehingga sekarang mereka penuh dengan cinta. Cinta yang sesungguhnya. Cinta yang abadi selamanya. "Kenapa mereka tidak pernah mau mengerti?" "Kenapa juga mereka harus mengerti?" "Kami sangat saling mencintai. Apakah itu salah?" "Sama sekali tidak. Cinta adalah anugerah." "Lalu kenapa mereka tetap saja begitu?" "Karena mereka memang tidak memiliki cinta yang sesungguhnya?" "Kami tidak mengerti?" "Bila mereka memang memiliki cinta, mereka akan sangat mengerti." "Maksudnya, orang tua kami tidak saling mencintai?" "Saya tidak bilang begitu." "Lantas?" "Bila mereka sungguh memiliki cinta untuk kalian, mereka tidak akan mempersoalkan masalah ini. Kebahagiaan yang mereka inginkan dari apa yang mereka sebut cinta orang tua kepada anaknya sungguhlah semu. Kebahagiaan seorang anak seharusnya adalah kebahagiaan mereka. Bukan sebaliknya, kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan anak." "Bukankah mereka begitu karena ingin kami bahagia?" "Pertanyaan saya, apakah kamu merasa bahagia sekarang ini dengan cinta yang kamu miliki?" "Sangat bahagia." "Kalau begitu, tidak usah pertanyakan lagi. Jalanilah cintamu agar kebahagiaan itu selalu ada." "Bagaimana dengan orang tua kami?" "Buktikanlah bahwa cinta kalian itu telah membuat kalian bahagia. Kasihilah mereka dan penuhi mereka dengan cinta. Berdoalah agar pada suatu hari nanti mereka akan bisa mengerti arti cinta yang sesungguhnya." Mungkin akan ada sebagian yang akan berkomentar, "Makan, tuh, cinta!". Tidak apa-apa. Saya hanya akan menjawab, "Ya, akan saya makan itu cinta. Dengan senang hati". Kekurangan di mata manusia yang tidak memiliki cinta bisa menjadi menjadi kelebihan tersendiri di mata manusia yang memiliki cinta. Segala kekurangan di negara ini bukanlah sesuatu yang hina dan harus dijadikan sebuah alasan untuk tidak mencintai negara ini. Segala kekurangan yang dimiliki oleh negara ini adalah sebuah kelebihan yang merupakan pemicu untuk kita terus menggali arti cinta kepada nusa dan bangsa dalam arti yang sesungguhnya. Apa benar kita sungguh-sungguh mencintai negara kita ini? Tidak mudah memperjuangkan dan mempertahankan keadaan seperti ini. Diperlukan keyakinan penuh akan kebahagiaan yang datang dari cinta itu sendiri. Jangan pernah goyah. Jangan juga pernah ragu. Cinta itu sudah indah. Cinta itu sudah sangat membahagiakan. Penuhi diri dengan cinta. Kebahagiaan itu akan selalu menyertai. Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan kabar bahwa pasangan ini akan segera menikah. Perasaan haru dan bangga pun menyelimuti diri saya. Sungguh saya sangat bahagia. Tulisan ini adalah hadiah bagi mereka berdua. Juga diiringi dengan segala doa agar cinta mereka tetap ada dan mereka senantiasa selalu bahagia. Semoga memberikan banyak cinta untuk semua. Salam Kompasiana, Mariska Lubis




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline