Lihat ke Halaman Asli

Marisa Fitri

Mahasiswi

Horor: Riwayat Tanah Terkutuk

Diperbarui: 18 November 2024   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Riwayat Tanah Terkutuk

Kota kecil bernama Sukamaju selalu tampak damai di permukaan, namun setiap penduduk asli tahu, ada rahasia kelam yang terkubur di sana. Ada satu lahan yang selalu kosong di tepi kota, tidak pernah dibangun rumah atau toko, meskipun lokasinya strategis. Mereka menyebutnya Tanah Terkutuk.

Bram, seorang arsitek muda, baru saja pindah ke Sukamaju bersama istrinya, Amara. Mereka tertarik dengan lahan kosong itu yang dijual dengan harga sangat murah. Bram tidak percaya dengan cerita-cerita seram yang beredar. Baginya, itu hanya takhayul yang menghambat perkembangan kota.

"Ini kesempatan emas, Amara. Kita bisa membangun rumah impian di sini," ujar Bram antusias saat mereka berdiri di depan lahan tersebut.

Amara memandang lahan itu dengan ragu. "Kita benar-benar akan membelinya? Orang-orang bilang tempat ini punya sejarah yang buruk."

"Ah, itu cuma cerita lama. Aku sudah cek surat-suratnya, semua legal dan tidak ada masalah hukum," jawab Bram sambil tersenyum. "Percayalah, ini investasi yang bagus."

Setelah mempertimbangkan, Amara akhirnya setuju. Mereka menandatangani kontrak pembelian tanah, dan pembangunan rumah segera dimulai.

Dua bulan kemudian, rumah mereka selesai dibangun. Malam itu, Bram dan Amara merayakan kepindahan mereka ke rumah baru. Amara membuat makan malam sederhana, dan mereka duduk bersama di ruang tamu yang masih dipenuhi aroma cat baru.

"Sungguh luar biasa kita bisa membangun rumah ini secepat itu," kata Amara, mencoba mengusir rasa tidak nyaman yang tiba-tiba menyeruak.

Bram mengangguk sambil tersenyum. "Aku merasa sangat puas. Ini adalah rumah pertama kita yang benar-benar milik kita sendiri."

Namun, saat mereka tengah bersulang, terdengar suara gemerisik dari halaman belakang. Suara itu seperti ranting yang patah. Amara menoleh dengan cepat. "Apa kau dengar itu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline