Di sebuah desa kecil bernama Sinar, di mana sawah terbentang hijau dan bukit-bukit menjulang dengan anggun, tinggal seorang gadis bernama Melati. Usianya baru menginjak dua puluh tahun, namun hidupnya tidak pernah seindah namanya.
Melati adalah anak yatim piatu yang diasuh oleh neneknya, Ibu Tati, di rumah tua mereka yang terletak di pinggir desa. Setiap hari, Melati membantu neneknya menjual sayuran di pasar dan melakukan pekerjaan rumah tangga.
Meskipun kehidupannya sederhana, Melati memiliki mimpi besar. Ia ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun, harapan itu tampak samar karena biaya yang sangat tinggi. Melati sering menatap langit yang biru di atas kepalanya, membayangkan hari-hari ketika ia bisa mengenakan toga, berdiri di atas panggung, dan menerima ijazahnya.
Suatu sore, saat pulang dari pasar, Melati melihat seorang pemuda duduk di bawah pohon mangga besar. Pemuda itu tampak asing, dengan mata cerah dan senyum yang menawan. Melati merasa jantungnya berdegup kencang saat matanya bertemu dengan mata pemuda itu. Ia bergegas pulang, tidak ingin neneknya khawatir.
"Siapa dia, ya?" gumam Melati dalam hati. Sejak hari itu, Melati tidak bisa menghilangkan bayangan pemuda itu dari pikirannya. Ia bertekad untuk mengetahui lebih lanjut tentangnya.
Hari demi hari berlalu, dan Melati terus melihat pemuda itu di bawah pohon mangga, hingga suatu hari ia memberanikan diri untuk menghampirinya. Ternyata, pemuda itu bernama Rian. Ia adalah pendatang baru di desa Sinar, datang untuk membantu pamannya yang memiliki usaha pertanian. Melati merasa senang bisa berkenalan dengan Rian, dan mereka mulai menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing.
Rian adalah sosok yang ceria dan penuh semangat. Ia menceritakan tentang mimpinya menjadi seorang arsitek, dan Melati merasa terinspirasi oleh ambisinya. Mereka sering kali berbincang di bawah pohon mangga, dengan latar belakang matahari terbenam yang memancarkan cahaya oranye dan merah. Melati merasa hidupnya menjadi lebih berarti sejak kehadiran Rian.
Namun, kebahagiaan Melati tidak berlangsung lama. Suatu hari, saat mereka sedang duduk berdua di bawah pohon mangga, Rian mengungkapkan sebuah kabar yang membuat hati Melati hancur.
"Aku harus kembali ke kota," ucap Rian dengan nada berat. "Usaha pamanku sudah selesai, dan aku harus melanjutkan kuliahku."
Melati merasa seolah dunia di sekitarnya runtuh. "Kapan?" tanyanya, suaranya bergetar.
"Besok," jawab Rian.