Lihat ke Halaman Asli

Marisa Fitri

Mahasiswi

Cerpen: Hikayat Cinta dalam Hujan

Diperbarui: 22 Oktober 2024   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan turun dengan deras, membasahi jalanan yang sudah lama ditinggalkan matahari. Suara rintik air menghentak atap rumah, menciptakan irama yang lembut dan menenangkan. Di dalam sebuah kafe kecil yang terletak di sudut jalan, seorang wanita bernama Tara duduk sendirian, menyesap secangkir kopi. Wajahnya memancarkan kesedihan yang mendalam, tatapannya kosong menatap ke luar jendela.

Sejak perpisahan itu, setiap detik terasa menyakitkan. Tara dan Aditya, kekasih yang telah bersama selama empat tahun, terpaksa berpisah setelah Aditya mendapatkan tawaran kerja di luar negeri. Meskipun mereka berjanji untuk saling menunggu, jarak yang jauh dan kesibukan masing-masing membuat janji itu tampak semakin samar.

Hari ini, Tara datang ke kafe ini dengan harapan bisa merasakan kembali kenangan indah bersama Aditya. Kafe ini adalah tempat favorit mereka; tempat di mana mereka sering berbagi cerita, tawa, dan cinta. Namun, semua itu kini terasa seperti mimpi yang hilang.

Setelah menunggu beberapa saat, Tara meraih ponselnya dan membuka aplikasi pesan. Di dalam daftar kontak, nama Aditya masih ada, meskipun sudah lama tidak ada pesan yang masuk. Ia merasa ingin mengirimkan pesan, tetapi rasa takut menghalanginya. Rasa takut bahwa pesan itu tidak akan mendapatkan balasan, atau bahkan lebih buruk, jika balasan itu hanyalah kata-kata kosong.

Tara menutup ponselnya dan menatap ke luar jendela lagi. Hujan semakin deras, seolah ikut merasakan kesedihannya. Di kejauhan, ia melihat seorang pria berlari menuju kafe, terjebak dalam hujan. Pria itu memakai jas hujan kuning cerah yang mencolok, dan meski hujan, senyum di wajahnya tampak menawan.

Pria itu masuk ke dalam kafe dan mengibaskan air dari jas hujannya, menarik perhatian beberapa pengunjung. Tara tidak dapat menahan senyum kecil ketika melihatnya. Ia selalu mengagumi orang-orang yang tetap bisa tersenyum di tengah kesedihan.

Setelah memesan kopi, pria itu melihat sekeliling, lalu matanya bertemu dengan Tara. Tara terkejut, tidak menyangka akan ada tatapan yang menawannya. Pria itu berjalan mendekat.

"Apakah kursi ini kosong?" tanyanya sambil menunjuk kursi di depan Tara.

"Ya, silakan," jawab Tara dengan suara pelan.

"Terima kasih," katanya sambil duduk. "Aku Kiran."

"Tara," jawabnya singkat, merasa sedikit canggung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline