Lihat ke Halaman Asli

Marisa Fitri

Mahasiswi

Separuh Kenangan di Ujung Senja

Diperbarui: 24 Agustus 2024   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja menyelimuti desa kecil di tepi laut dengan warna oranye yang menenangkan. Di sebuah rumah kayu yang sederhana, seorang wanita tua duduk di teras, memandangi matahari yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Namanya adalah Ibu Siti. Usianya telah mencapai tujuh puluh tahun, namun matanya yang redup masih menyimpan kilauan kehidupan masa lalu. Di sampingnya, terdapat secangkir teh hangat yang sudah mulai dingin karena dibiarkan terlalu lama.

Ibu Siti dikenal sebagai sosok yang ramah dan penuh kebijaksanaan di desa itu. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, ia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang menghormatinya. Setiap sore, beberapa anak muda sering datang untuk mendengarkan kisah-kisah yang ia ceritakan, kisah-kisah yang selalu penuh dengan pelajaran hidup.

Suatu sore, saat matahari mulai menyentuh garis horison, seorang pemuda bernama Arif datang mengunjungi Ibu Siti. Arif adalah salah satu anak yang paling dekat dengan Ibu Siti. Meskipun ia sudah beranjak dewasa, Arif selalu menganggap Ibu Siti sebagai neneknya sendiri. Setelah bersalaman dan mencium tangan Ibu Siti, Arif duduk di sampingnya.

"Ibu, bolehkah saya mendengar cerita lagi sore ini?" tanya Arif dengan senyum hangat.

Ibu Siti mengangguk pelan. "Tentu saja, Nak. Cerita apa yang ingin kau dengar kali ini?"

Arif terdiam sejenak, memandang ke arah laut yang tenang. "Ibu pernah bercerita tentang cinta yang tak sampai. Saya ingin mendengar lebih banyak tentang itu."

Ibu Siti terdiam, matanya mengarah jauh ke cakrawala, seolah-olah mengumpulkan kembali potongan-potongan ingatan yang tersebar. Setelah beberapa detik, ia mulai bercerita.

Dahulu kala, di desa ini, hiduplah seorang gadis bernama Amira. Amira adalah gadis yang cantik dan baik hati. Ia tinggal bersama ayahnya yang seorang nelayan dan ibunya yang seorang penenun kain. Kehidupan mereka sederhana, tetapi penuh dengan kebahagiaan. Amira sangat mencintai laut, seperti halnya ayahnya. Setiap pagi, ia akan membantu ayahnya menyiapkan perahu, dan sesekali ia ikut melaut.

Amira tumbuh menjadi gadis yang disukai banyak orang. Parasnya yang menawan dan kepribadiannya yang lembut membuat banyak pemuda jatuh hati padanya. Namun, ada satu pemuda yang paling menarik perhatian Amira, yaitu Badrun, seorang pemuda yang tinggal di seberang desa.

Badrun bukanlah pemuda biasa. Ia dikenal sebagai pelaut yang berani, yang sering pergi melaut hingga ke pulau-pulau jauh. Meskipun demikian, Badrun memiliki sifat yang tenang dan bijaksana. Setiap kali ia kembali dari pelayaran, Badrun akan selalu membawa cerita-cerita menarik tentang petualangannya, dan Amira selalu menjadi pendengar setia.

Seiring berjalannya waktu, perasaan cinta tumbuh di antara mereka. Setiap senja, mereka akan bertemu di pantai, duduk bersama di atas pasir yang lembut, memandang matahari tenggelam sambil berbagi cerita dan impian. Mereka berdua tahu bahwa cinta mereka adalah sesuatu yang istimewa, sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh apa pun di dunia ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline