Lihat ke Halaman Asli

Marisa Aryani

www.basilicha.com

Pondok Gede Semerawut, Salah Siapa?

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pondok Gede, ternyata tidak cukup luas ibarat namanya. Jalan yang sempit cenderung padat kendaraan membuat kawasan ini sering dilanda kemacetan berkepanjangan, terutama di jam-jam sibuk seperti pagi dan malam hari. Biangnya siapa lagi kalau bukan angkutan umum yang berhenti di sembarang jalan untuk menghalau penumpang. Ialah, K 02 jurusan Pondok Gede - Bekasi yang kerap kali membuat pengendara pribadi menghembuskan klakson ke arah mereka. Namun apa daya, sikap acuh tak acuh pun ditunjukkan seolah kuping mereka peka terhadap dentuman suara klakson.

Tepatnya di pertigaan arah pasar Pondok Gede yang acap kali menjadi 'tempat nyaman' mereka bersantai menunggu penumpang. Permasalahan muncul ketika angkutan umum dengan jurusan serupa hadir mengobok-obok daerah kekuasaan yang sama. Hasilnya? Barisan angkutan K 02 menghalangi kendaraan pribadi yang hendak berbelok menuju arah pasar Pondok Gede.

Kalian mau marah? Silakan. Penghuni kebun binatang akan segera membanjiri telinga Anda. Pasalnya, para pengemudi angkutan umum merasa sudah membayar biaya retribusi yang setiap harinya dipungut oleh pihak yang menyebut dirinya DLLAJ atau Dinas Lontang Lantung di Jalanan. Anda? Bukan siapa-siapa, hanya pengguna jalan gratis yang sudah bagus diijinkan melewati jalan sekitaran Pondok Gede.

Itu belum seberapa. Jalanan semakin diperparah dengan serbuan 'pasar tumpah' yang secara spontan meluber hingga ke jalanan. Secara teori, air mengalir dari dataran yang tinggi ke dataran yang lebih rendah. Dalam kasus ini, siapa yang mengalirkan para pedagang pasar Pondok Gede hingga tumpah ke jalanan? Badan jalan hampir ludes dipakai oleh para pedagang berjualan. Baik bagian kanan maupun kiri lumpuh dengan aktivitas pasar yang semakin semerawut. Hanya disisakan dua jalur untuk pengendara berlalu lalang. Sisa kapasitas jalanan tersebut rasanya kurang wajar mengingat banyak kendaraan yang tumpah ruah pada jam 7 hingga 10 pagi.

Di luar batas kesabaran, pasar jadi-jadian ini telah menguapkan waktu perjalanan hingga 1 jam lamanya untuk berhasil keluar dari jebakan para pihak tidak bertanggung jawab. Kabarnya, pasar ini memang diperbolehkan untuk aktif di jam-jam tertentu. Dini hari hingga menjelang subuh dimana tak banyak kendaraan yang berseliweran di jam kosong tersebut. Namun kenyataan di lapangan, hal tersebut seolah diabaikan oleh para pedagang.

Belum lagi keadaan di depan Pondok Gede Plaza yang lagi lagi didominasi oleh angkutan umum. KR, KC, 40, M18, CH, dan 04 semua kompak berkumpul berebut penumpang. Dua bahkan tiga jalur habis dipakai 'sang empunya jalan' untuk bercengkarama cantik menggoda para pengguna jasa angkutan umum. Kendaraan pribadi? Cukup disisakan satu jalur.

Angkutan umum bermental bobrok, para pedagang yang egois, hanya menjadi momok bagi para pengendara pribadi. Dimana sikap tegas pemerintah yang jelas-jelas berwenang dalam menertibkan para pedagang dan supir angkutan ini? Apakah cukup dengan berpangku tangan tanpa mencari solusi yang tepat untuk 232.110 jiwa yang bergantung kepada Anda, Dear Bapak Rahmat Effendi?

http://sesameseedeyes.blogspot.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline