Real Madrid kembali menelan kekalahan. Kali ini di ajang Liga Champions leg I babak 16 Besar. Datang sebagai tamu di Par des Princes, Selasa (15/2 waktu Paris, Real Madrid harus menelan kekalahan 1-0.
Gol tuan rumah dilesakan oleh Kylian Mbappe di menit injury time babak pertama (90+4'). Gol tersebut adalah bukti profesionalitas seorang Mbappe setelah dalam beberapa tahun terakhir ini selalu dikait-kaitkan dengan Real Madrid, sekaligus menunjukkan bahwa Mbappe masihlah seorang pemain PSG.
Sebenarnya PSG sudah bisa unggul via gol penalti di menit 62'. Real Madrid mendapatkan hukuman setelah Dani Carvajal menjatuhkan Mbappe di area penalti. Lionel Messi yang ditunjuk sebagai algojo gagal mengemban tanggungjawab tersebut setelah Thibaut Cortouis berhasil membaca arah tendangan Messi untuk kemudian menepisnya.
Kekalahan Real Madrid atas PSG ini memunculkan prasangka lama, bahwa permainan Real Madrid sudah terbaca oleh calon lawan.
Prasangka pertama, permainan Vinicius Jr sudah terbaca. Vinicius sendiri tidak bisa berbuat banyak di posnya setelah dirinya mampu dikantongi oleh Achraf Hakimi. Vinicius seperti ditelan bumi. Pergerakkannya tidak berbuah apa-apa. Sebaliknya, PSG tampaknya tahu betul bahwa kecepatan Vinicius bisa mengobrak-abrik pertahanan lawan. Maka, Hakimi adalah lawan yang tepat untuk Vinicius. Hakimi sendiri memiliki kecepatan lari yang luar biasa, seimbang dengan Vinicius.
Prasangka kedua, dalam pertandingan tersebut, Don Carlo kembali menerapkan formasi yang sama, yakni 4-3-3 dengan komposisi yang sama pula, hampir di setiap pertandingan. Hal ini memungkinkan PSG untuk tidak perlu banyak-banyak membuat analisis terhadap lawannya. Inilah yang menyebabkan permainan Real Madrid mudah terbaca.
Pertandingan pembuka Real Madrid di babak 16 Besar ini mestinya menjadi evaluasi untuk Carlo Ancelotti. Real Madrid di bawah asuhan Carlo Ancelotti adalah tim yang stagnan, yang tidak bisa dan tidak berani untuk mengubah pola.
Padahal, rotasi pemain sangat dibutuhkan oleh Real Madrid. Tim Real Madrid sendiri memiliki komposisi pemain yang cukup mumpuni. Real Madrid memiliki pemain sekelas Isco, Dani Ceballos, Camavinga, dan sebagainya. Dan, pemain-pemain tersebut jarang masuk dalam list tim yang bermain sejak menit pertama. Ini yang membuat pemain-pemain seperti Isco dan Jovic, misalnya, tidak begitu puas, sedemikian sehingga kehilangan gairah.
Rotasi pemain bertujuan untuk menjaga kestabilan tim. Jika Ancelotti hanya memainkan pemain yang itu-itu saja, tentu pemain yang menjadi penghangat bangku cadangan akan kesulitan meningkatkan performanya. Kemampuan seperti apa yang bisa ditunjukkan oleh pemain-pemain penghangat bangku cadangan bila tidak pernah dimainkan? Dengan rotasi, Don Carlo bisa menjaga kualitas masing-masing pemain yang bisa menaikan kualitas tim.