Lihat ke Halaman Asli

Mario F. Cole Putra

Bukan Siapa-siapa

Nama IKB: Pancasila(?)

Diperbarui: 21 Januari 2022   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: money.kompas.com

Nama menyimpan sesuatu dalam dirinya. Orangtua dulu tidak sembarang dalam memberi nama kepada anak mereka yang baru lahir. Bagi mereka, nama yang diberikan harus mencerminkan diri anak nantinya, entah karakternya, sifatnya, maupun masa depan menjadi apa anaknya nanti. Dan tentu, nama yang menggambarkan tentang yang baik yang pantas dijadikan nama anak. Boleh dikatakan bahwa pemberian nama adalah penanaman harapan orangtua pada anak.

Sebagai misal, dalam tradisi Kristiani, pemberian nama pada anak memiliki keunikan tersendiri. Biasanya orangtua memberi nama anak dengan mengambil nama dari santo/santa pada tanggal anak mereka lahir. Misalnya, bila anak lahir pada tanggal 28 Agustus pada peringatan Santo Agustinus, nama anak tidak jauh dari Agustinus untuk anak laki-laki, atau Agustina untuk anak perempuan.

Atau bisa juga Monika yang diambil dari nama Santa Monika yang diperingati pada setiap 27 Agustus. Pemberian nama santo/santa tersebut dengan maksud agar para santo/santa menjadi patron bagi anak sepanjang hidupnya dan dalam arti tertentu orang dengan lebih mudah mengingatnya.

Setiap nama memiliki kekuatan dan jiwa. Kata "jiwa" sendiri dapat diterjemahkan kedalam tiga kata ini, yakni, Ruah, Neshama, dan Neuma. Dalam tradisi Timur Tengah, nama adalah jendela bagaimana kita mengenal seseorang. Nama itulah yang menciptakan esensi, hidup, identitas seseorang.

Inilah kekuatan nama. Nama menjelaskan keberadaan dari seseorang. Dalam Kitab Suci, nama tidak dipilih dan diberikan begitu saja sesuka hati. Sebab, nama memuat suatu harapan, ramalan tentang sesuatu atau seseorang. Nama adalah juga gambaran tentang harapan.

Soal memberi nama pada ibu kota baru (IKB), tentunya nama tersebut adalah nama yang memberi arti penting bagi Indonesia secara keseluruhan. Nama itu memuat identitas yang kuat pada diri Indonesia. Sejarah, semangat, cita-cita dan harapan ada pada nama IKB tersebut.

Terkait itu, pemerintah sudah menetapkan nama baru untuk IKB, yakni 'Nusantara'. Kata 'Nusantara' bukanlah nama yang asing bagi telinga orang Indonesia. 'Nusantara' sendiri sering dipakai untuk penyebutan 'Indonesia'.

Akan tetapi, hemat saya, nama itu kurang tepat untuk menjadi nama IKB. Alasannya ada pada sejarah. Di masa lalu, kata 'Nusantara' tidak lahir dari semangat Indonesia secara keseluruhan. Dilansir Tribunjatim.com, penggunaan kata 'Nusantara' di zaman kuno adalah untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia.

Selain itu, nama 'Nusantara' yang lahir pada masa Kerajaan Majapahit digunakan untuk konteks politik. Dalam konteks politik, 'Nusantara' merujuk pada wilayah meliputi rangkaian pulau yang terdapat di antara benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya.

Namun, penyebutan 'Nusantara' pada saat itu tidak meliputi Indonesia secara keseluruhan. Yang dimaksud sebagai 'Nusantara' adalah wilayah-wilayah di luar kekuasaan Kerajaan Majapahit. Dalam Sumpah Palapa-nya Gajah Mada, sangat jelas bahwa penyebutan 'Nusantara' adalah untuk wilayah-wilayah yang perlu ditaklukannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline