Lihat ke Halaman Asli

Publik Harus Menghukum LSI

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lembaga Survey Indonesia baru-baru ini merilis hasil survey yang berbeda sama sekali dari survey-survey yang dilakukan lembaga lain seputar Pemilu 2014. Dalam suvey LSI terbaru tersebut nama Jokowi dan Prabowo Subianto dihilangkan sehingga keluarlah Aburizal Bakrie sebagai pemenang. Kendati  alasan yang dipaparkan LSI atas pencoretan tersebut masuk akal dari segi metode penentuan variabel survey, sulit rasanya menepis adanya kepentingan politis di belakang pelaksanaan survey tersebut.

Seperti kita tahu, dalam sebuah negara demokratis, kekuatan untuk menentukan siapa calon yang layak untuk berkompetisi memperebutkan jabatan publik tidak sepenuhnya berada di tangan elit politik. Kendati Jokowi bukan pengurus tingkat atas PDIP (ini yang menjadi alasan LSI mencoret nama Jokowi), jika rakyat menghendaki, PDIP tidak punya kuasa untuk menghentikan langkahnya untuk memimpin negeri ini. Maka lucu rasanya membaca penjelasan LSI, Jokowi sebagai calon wacana dan kemudian memasukkan Megawati sebagai calon dari PDIP. Menjadi lucu karena Megawati Sendiripun masih berstatus calon wacana, belum ada deklarasi atau pernyataan dari yang bersangkutan untuk maju memperebutkan kursi RI-1.

Atas pencoretan nama Prabowo Subianto, LSI berdalih bahwa menurut survey mereka Gerindra tidak mampu memenuhi ambang batas perolehan suara (Presidential Threshold) yang menjadi syarat  bagi sebuah partai untuk mengajukan Presiden. Kalaupun hasil survey tentang Gerindra tersebut benar, LSI tetap tidak bisa dibenarkan karena telah  mengabaikan sistem multi partai di Indonesia yang memungkinkan adanya koalisi antar partai sehingga ambang batas itu tercapai.

Dengan pertimbangan di atas, alasan pencoretan Jokowi dan Prabowo dalam survey LSI di atas, paling masuk akal, karena kedua nama tersebut merupakan saingan terberat dari tokoh yang hendak diorbitkan oleh LSI. Sepertinya survey tersebut telah dirancang sedemikian rupa agar hasil akhirnya sesuai dengan keinginan pembuat survey.

Seperti kita tahu dalam berbagai kesempatan LSI selalu menyatakan diri sebagai lembaga independent dan selalu mengedepankan pendekatan ilmiah. Kebenaran pernyataan itu mesti kita pertanyakan lagi mengacu pada apa yang baru saja dilakukan oleh LSI dan Publik mesti memberi hukuman sosial berupa aksi tidak percaya terhadap LSI agar lembaga-lembaga survey tidak latah lebih mengejar profit daripada kebenaran. Biarlah para politisi yang melakukan manuver-manunever politik dengan segala kreasi mereka, lembaga ilmiah tetap harus netral dan membantu masyarakat memilah-milah mana yang benar, mana yang palsu. Kalau tidak, lembaga yg bersangkutan sejatinya menyatakan diri secara terbuka berafiliasi dengan partai a atau b. Kalau publik sudah kehilangan kepercayaan, sebuah lembaga survey tidak akan memiliki kekuatan apapun.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline